tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Sabtu, 26 Juni 2010

Berkas Bupati dan Wakil Bupati Terpilih

Berkas pergantian Bupati Blora Dikirim


BLORA, SR – Setelah 3 hari penetapan Bupati Blora terpilih dalam Pemilu Kada 2010.oleh KPU Blora. Rabu 23/6 Usulan pemberhentian dan pengangkatan kepala daerah Blora akan disampaikan DPRD Blora kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur Jateng untuk mendapatkan pengesahan.


Usulan itu sesuai hasil rapat paripurna DPRD kemarin (22/6) mengacu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.


Bupati Yudhi Sancoyo diusulkan pemberhentiannya karena masa jabatannya habis 11 Agustus nanti. Sebagai gantinya, DPRD mengusulkan pasagan calon bupati dan wakil bupati (cabup-cawabup) Djoko Nugroho-Abu Nafi.


''Salah satu tugas dan wewenang DPRD dalam penyelenggaraan pilkada sesuai pasal 66 ayat 3 adalah mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya dan mengusulkan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih,'' kata Ketua DPRD Maulana Kusnanto.


Kesepakatan pemberhentian bupati lama dan pengangkatan bupati baru itu dilakukan melalui paripurna intern di DPRD. Sebelumnya, KPUK setempat telah menyampaikan penetapan pasangan calon terpilih kepada DPRD.


Pasangan Djoko Nugoroho-Abu Nafi ditetapkan sebagai pasangan terpilih setelah mendapatkan suara terbanyak dalam pilkada. Pasangan calon yang diusung PD, PKB, PPP, Hanura, PPIB dan PDP itu memperoleh 243.715 suara. Sedangkan pasangan incumbent RM Yudhi Sancoyo-Hestu-Bagiyo Sunjoyo (Yes) yang diusung partai Golkar mendapat 197.277 suara. Pasangan Warsit-Lusiana Marianingsih (Wali) yang diusung PDIP mengumpulkan 39.445 suara.


Kusnanto menyatakan, pengusulan pemberhentian dan pengangkatan kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur Jateng juga disertai kelengkapan berkas serta keputusan DPRD.


''Karena itu DPRD menggelar rapat paripurna untuk memutuskan pengusulannya,'' tandasnya.


Dalam rapat paripurna itu, Sekretaris DPRD Didik Lukardono membacakan draf keputusan pengusulan pemberhentian dan pengangkatan kepala daerah. Seluruh anggota dewan yang hadir menyetujui draf keputusan tersebut.(Roes)

Kamis, 24 Juni 2010


Turun takhta demi apa…?

Harta, takhta dan wanita adalah rangkaian kalimat yang sering dilekatkan kepada keberhasilan seorang pria dalam menggapai kehidupan dunia. Harta, takhta dan wanita kemudian menjadi hasrat terbesar manusia untuk mengejar kejayaan dan kemuliaan dunia. Ketiganya juga dianggap sebagai perangkat yang bisa menjatuhkan pria.

“Memangnya salah kalau kita mempunyai hasrat untuk mengejar harta, takhta dan wanita?” kata Denmas Suloyo dalam obrolan di sela-sela nonton bareng siaran langsung Piala Dunia di News Cafe kampung kami, Minggu malam kemarin.

“Siapa yang bilang salah. Saya kan hanya mengatakan, kalau mengejar harta, takhta dan wanita tanpa etika itu akan menghancurkan diri sendiri, merendahkan martabat dan merusak reputasi,” timpal Mas Wartonegoro.

Diskusi kelas kampung menyorot soal harta, takhta dan wanita itu berawal dari fenomena sejumlah pemimpin kita yang akhir-akhir ini rela turun takhta, turun jabatan, turun pangkat dari walikota jadi wakil walikota, bupati jadi wakil bupati atau ”mendelegasikan” keberlangsungan jabatan kepada sang istri.

”Dalam peraturan perundang-undangan memang tidak ada larangan seorang walikota atau bupati yang sudah dua kali menjabat tidak boleh menjadi wakil bupati. Yang ada adalah, tidak boleh menjadi walikota atau bupati lagi. Tapi justru ini lho yang bikin saya tidak mengerti, mengapa masih ada yang tetap saja pengin jadi pejabat meskipun harus turun derajat,” jelas Mas Wartonegoro.

”Lha namanya juga jabatan, takhta, Mas. Kalau aturannya memang tidak ada ya tidak apa-apa ta? Yang penting tebal muka ha ha ha...” jawab Denmas Suloyo sambil tertawa.

”Itulah yang saya maksud Denmas, kok makin banyak orang tebal muka... tidak paham rasa malu. Masalah turun takhta ini memang bukan soal perundangan-undangannya ada atau tidak, tapi menyangkut etika, moralitas, orang bilang fatsoen, sopan santun...” kata Mas Wartonegoro.

Turun kualitas

Benar juga apa yang diperbincangkan dua sahabat saya itu. Fenomena turun takhta di negeri kita demi harta, kekuasaan, kekayaan, eksistensi atau apapun alasannya kian merebak di mana-mana. Sejumlah pengamat lantas menyebut kualitas pemilihan kepala daerah di Indonesia semakin menurun.

Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti, misalnya, menyebut bahwa secara umum kualitas pemilihan kepala daerah semakin menurun. Ini terlihat dari semakin banyaknya persoalan yang muncul. Persoalan dalam Pilkada selalu sama yakni berkaitan dengan daftar pemilih tetap, surat suara, pencalonan, politik uang, penghitungan suara, dan intimidasi. Persoalan-persoalan tersebut, bukannya menurun pada setiap Pilkada yang diselenggarakan lima tahun sekali, melainkan terus bertambah.

Penurunan kualitas Pilkada ini disebabkan beberapa faktor yaitu penyelenggaraan yang bermasalah dan kedewasaan berdemokrasi dari peserta pilkada yang kurang. Pilkada dikelola dengan semangat demokrasi yang minimalis.

Tak heran jika kini banyak para kepala daerah yang sudah dua periode menjabat lantas rela turun takhta. Tengok saja Walikota Surabaya yang kini sudah terpilih menjadi Wakil Walikota Surabaya, Bupati Wonogiri yang hendak mencalonkan diri sebagai wakil bupati pada Pilkada mendatang, demikian juga Bupati Ponorogo H Muhadi Suyono yang juga hendak melanjutkan kekuasannya meskipun turun takhta menjadi wakil bupati.

Bambang Riyanto yang telah dua periode menjabat sebagai Bupati Sukoharjo, dalam Pilkada belum lama ini mendorong sang istri untuk maju sebagai calon bupati sekalipun akhirnya gagal. Model mengajukan sang istri untuk melanjutkan kekuasaan sang suami seperti itu juga dilakukan Bupati Kediri Sutrisno. Tak tanggung-tanggung, dua istrinya Ny dr Haryanti dan Ny Nurlaila secara bersamaan maju sebagai calon bupati. Juga Bupati Bantul Idham Samawi yang mendukung majunya sang istri dalam Pilkada.

Begitu banyak politisi dan pejabat yang lupa bahwa takhta itu ada batasnya. Sehingga ketika mereka terus berusaha dengan segala cara, yang diperoleh tidak hanya masuk penjara dan tidak bisa dicalonkan lagi untuk priode berikutnya, tapi citra dirinya hancur.

Tapi perlu juga diingat bahwa harta, takhta dan wanita yang selama ini dianggap sebagai penjatuh pria, bahkan sebesar-besarnya pria bisa jatuh oleh sekecil-kecilnya wanita sesungguhnya tidak seluruhnya benar. Setidaknya saya sependapat dengan apa yang dikatakan Mario Teguh bahwa harta, takhta, wanita memang bisa menjadi ukuran keutuhan keberhasilah seorang pria.

”Seorang pria yang berhasil, harus berhasil berharta, bertakhta, dan berwanita. Yang menjadikannya gagal adalah bukan harta, takhta, wanita, tetapi yang menjadikannya gagal adalah sikap yang salah. Karena sikap yang salah adalah pembatal keberhasilan apapun,” kata sang motivator ini

Jadi, seperti kata Mario Teguh, ukuran keberhasilan seorang pria adalah dia berharta yang membuat dirinya baik, bukan jadi sombong. Kemudian apabila dia bertakhta tujuannya bukan untuk memperkaya diri dan kelompok tetapi untuk menyejahterakan, membahagiakan dan mencemerlangkan orang lain. Dan apabila dia didampingi seorang wanita, dia akan memuliakannya sehingga wanita itu akan memuliakannya kembali... - Oleh : Mulyanto Utomo Wartawan SOLOPOS

Kamis, 17 Juni 2010

SR edisi 91 - FOKUS & KULANUWON






Hasil Pemilu Kada Blora

Masyarakat Blora Inginkan Reformasi Birokrasi

BLORA, SR- Program yang ditawarkan para pasangan Calon Bupati dan calon Wakil Bupati ternyata direspon masyarakat positif.

Pasangan calon no 1 Yudhi Hestu dengan 4 W, pasangan no 2 Warsit-Lusiana dengan kritikan pada program pemkab dan pasangan no 3 Joko Nugroho-Abu Nafi dengan 4T dan reformasi Birokrasinya ternyata mendapat satu reaksi mayarakat kabupaten Blora yang tertinggi.


Pasangan nomor 3 Joko Nugroho dan Abu Nafi ternyata lebih dipercaya masyarakat untuk memimpin kabupaten Blora pada periode 2010-2015. Hal ini terbukti melalui barometer hasil Pemilu Kada yang menempatkan pasangan ini di urutan teratas yakni 243.715 suara.


Perhitungan KPU Blora yang diambil SR per tanggal 9 Juni 2010 urutan perolehan masing masing calon peserta pemilu kada Blora, Pasangan nomor 3 yang dikenal dengan Kolbu memperoleh dukungan separo lebih dari jumlah suara yang sah.

Sedang pasangan nomor urut 2 Yes memperoleh 197,277 suara dan pasangan nomor urut 2 Wali memperoleh 39.445 suara.


Menurut beberapa sumber masyarakat dengan hasil sementara tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Blora saat ini memang mengingikan reformasi birokrasi dalam tubuh Pemkab Blora.

"Yang jelas masyarakat menginginkan reformasi birokrasi di Blora," ujar Pujiyanto yang mengaku berasal dari Tunjungan saat ditemui di Panwaskab Jum'at (9/6) malam. (Roes)




Harapkan Pengobatan RS Gratis segera Terlaksana

BLORA, SR- Harapan masyarakat Ngawen terhadap biaya rumah sakit gratis dan Sekolah Gratis, sudah mulai tampak menjadi pembicaraan masyarakat luas.

Seperti saat wartawan SR mendengar pembicaraan disebuah warung kopi, seputar pasar Ngawen Selasa (8/6) yang padat dikunjungi orang.

Naryo salah satu pelanggan disitu mengaku mendengar langsung siaran RSPD Gagak Rimang, saat para pasangan calon mengusung visi dan misinya mengawali pembicaraanya.

"Kolbu menang karena pada visi dan misinya pengobatan gratis dan sekolah gratis," katanya diamini orang di warung itu.

Oleh sebab itulah, hendaknya mereka (Joko Nugroho-Abu Nafi-red) segera mewujudkan apa yang di dengar rakyat banyak, setelah mereka resmi dilantik, lanjutnya.

Sedangkan Parmin yang duduk disampingya, juga berharap apa yang dikatakan pasangan Kolbu, dapat terlaksana pada tahun ini pula.

"Syukur-syukur pada tahun ajaran baru ini sekolah gratis segera terwujud," ungkapnya.

Sementara seseorang yang mengaku Yoyok dengan jelas menjawab pada tahun ajaran baru ini tidak akan bisa terwujud.

"Pendidikan Gratis ya nggak mungkin terwujud pada tahun ini. Tapi kalau rawat inap Rumah Sakit atau Puskesmas gratis, setelah mereka resmi dilantik saya yakin bisa terwujud," jelasnya.

Alasannya cukup sederhana, untuk sekolah gratis, saat tahun ajaran baru pasangan Kolbu belum dilantik. Sedang untuk rawat inap Rumah Sakit dan Puskesmas Gratis bisa diambilnya dari Jamkesda.

"Tapi saya yakin dalam 3 tahun mereka dapat mewujudkanya," tandas Yoyok yang nampaknya seorang PNS. (Roes)



Kulanuwon

Saatnya Blora Berubah dan Reformasi Birokrasi

Pola pikir dan budaya kerja di pemerintahan harus diubah. PNS harus memiliki kinerja yang tinggi, inovatif, berpikir ke depan dan cermat.

Pemerintah yang baik bermula dari aparatur dan sistem manajemen yang baik sehingga menghasilkan kesejahteraan kepada masyarakat. Imbasnya, pemerintah yang baik menimbulkan kepercayaan dari masyarakat.

Itulah arti dari visi dan misi Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Blora terpilih Kolbu (Joko Nugroho dan Abu Nafi) menurut penilaian penulis arti dari “Saatnya Blora berubah”.

Sementara dilihat dari tujuan dan semangat visi dan misi tersebut, perlu mendapat dukungan dari publik, karena mengarah pada pemerintahan yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel,

Sehingga peran Birokrasi harus dapat menciptakan pelayanan publik yang prima, dan penegakan hukum yang mengedepankan rasa keadilan rakyat.

Namun dalam implementasinya, reformasi birokrasi yang sudah dijalankan ternyata masih belum memenuhi harapan masyarakat, karena masih banyak terjadi penyimpangan dan pelanggaran atau dengan kata lain masih jauh dari tujuan dan atau sasaran yang telah ditetapkan.

Terlepas dari itu semua saat Joko Nugroho ataupun Abu Nafi saat debat para kandidat Bupati dan wakil bupati Blora lalu, mengatakan Reformasi Birokrasi yang selama ini menjadi jargonnya buka semata-mata mengganti personil yang menduduki jabatan di birokrasi.

Akan tetapi memperbaiki kinerja Birokrasi, sehingga bisa mensejahterakan masyarakat kabupaten Blora secara merata.

Untuk melaksanakan visi dan misinya itu Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Blora terpilih ini, agar aparatur pemerintah daerah bisa memahami perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, serta adanya tuntutan reformasi birokrasi, harus pula dipahami aparatur di tingkat atas kepala SKPD sampai tingkat kecamatan dan kelurahan, karena kedua institusi tersebut berada di garda terdepan birokrasi, bahkan bersinggungan langsung dengan kepentingan masyarakat.

Sementara Juru bicara KPK dalam keterangan Persnya menyatakan kelemahan birokrasi penyebab kebobrokan. Birokrasi yang busuk, seperti menyimpan bangkai.

“Rakyat kehilangan kepercayaan. Tiga sasaran reformasi birokrasi yaitu kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan/manajemen. Evaluasi PNS mulai dari rekrutmen hingga pemberhentian/pensiun,” jelas Johan Budi.

Di era reformasi, lanjutnya, rakyat menuntut pelayanan yang baik dari pemerintah. Untuk itu, birokrasi yang buruk harus segera diganti agar rakyat tetap percaya dengan pemerintah.

“Birokrasi dalam politis sangat kuat. Birokrasi yang tidak beres menyebabkan orang yang memiliki kekuasaan besar semakin kuat untuk korup,” katanya.

Sedangkan DR Erwan Agus Purwanto, dari UGM mengatakan, kegagalan reformasi birokrasi karena proses pemulihan budaya KKN yang tumbuh bertahun-tahun. Menurutnya, Indonesia dapat belajar dari birokrasi Singapura yang dilakukan penuh tanggungjawab sehingga tidak mustahil perubahan juga terjadi di Indonesia.

Tak kalah menarik pendapat DR Asmawi Rewansyah dari LAN RI, yang menjelaskan mengenai pemerintah yang baik dimulai dengan mereformasi aparaturnya. Aparatur pemerintah harus bebas KKN dan bekerja efektif, efisien dan produktif.

Dari itu semua menurut penulis yang lahir di Blora ini, dengan terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati Blora periode 2010-2015 dapat member kesejahteraan rakyat Blora yang lebih baik. Dengan barometer perbaikan infrastruktur jalan yang rusak, Pelayanan kesehatan masyarakat yang betul-betul gratis serta dibebaskanya siswa untuk tidak membayar uang sekolah termasuk gratis uang komite sekolah. (Penulis: Drs,Ec. Agung Budi rustanto – Redaktur tabloid Suara Rakyat)




Kalah Itu Indah

Jusuf Kalla barangkali salah satu contoh yang baik bagaimana seorang pemimpin menerima kekalahan. Kalla yang memperoleh suara jauh dari prediksi kebanyakan orang pada Pilpres 2009, dengan legawa mengakui kekalahan dan memberi ucapan selamat kepada Susilo Bambang Yudhoyono.

Kalla membuktikan bahwa berbakti kepada negara bukan hanya bisa dilakukan dengan menjadi pemimpin eksekutif, namun bisa dilakukan di lapangan lain. Kini dia menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat dan sering tampil sebagai pembicara di berbagai pertemuan. Kepintarannya melakukan lobi-lobi juga dimanfaatkan pemerintah Filipina untuk terlibat dalam perdamaian dengan komunitas Moro di Mindanao. Kalla masih mendapat respek yang tinggi di dalam dan luar negeri.

Indra J Piliang mungkin juga pantas ditengok sebagai contoh. Setelah kalah berturut-turut dalam pesta demokrasi, yakni gagal menjadi anggota DPR, gagal memenangkan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto, dan kalah mengusung Yuddy Chrisnandi menjadi Ketua Umum Partai Golkar, Indra memilih menerbitkan buku untuk berbagi cerita di balik layar tentang apa yang dialaminya.

Al Gore menjadi contoh bagaimana seseorang harus menerima kekalahan, betapapun pahitnya. Pada Pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) tahun 2000, Al Gore bersaing sengit dengan George W Bush. Bush akhirnya terpilih sebagai Presiden AS ke-43 setelah Mahkamah Konstitusi menetapkan menolak hasil penghitungan ulang suara di negara bagian Florida yang dimenangkan Al Gore. Sudah berulang-ulang proses pengadilan dilakukan untuk meyakinkan jaksa bahwa Al Gore masih berhak mendapatkan kesempatan menjadi Presiden AS. Namun, Al Gore sendiri mengatakan,”Whoever stops fighting first always loses.”

Al Gore mengambil sendiri beban kekalahan itu dan menyampaikan permohonan maaf kepada pendukungnya, lalu memberikan dukungan kepada sang rival, George W Bush, untuk memimpin negaranya.

Al Gore yang bersih dan relatif jauh dari skandal, kalah oleh Bush yang kontroversial, dikenal suka bermewah-mewah dan gemar mabuk-mabukan. Sejarah kemudian mencatat George W Bush gemar mengekspresikan pemerintahan AS yang unilateralis dengan sering melakukan serangan preemptif kepada pihak lain. Sejarah juga mencatat, Al Gore kemudian mengabdikan dirinya untuk keselamatan lingkungan, hingga dia memperoleh hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2007.

Bagi yang kurang memahami, memandang kekalahan dengan indah memang menjadi aneh sekaligus konyol. Mana ada kekalahan yang indah. Kekalahan itu menyedihkan, menyakitkan dan bagi kaum fatalis, kekalahan hampir serupa dengan kematian.

Kekalahan menjadi indah, ketika kekalahan itu menjadikan pihak yang kalah lebih kuat, lebih tahu kelemahan dirinya dan tahu persis apa yang harus dilakukanya untuk memperbiki diri, untuk menjadi pemenang. Siapa tahu, kekalahan justru akan menyelamatkan. Siapa tahu, kekalahan justru akan melemparkan pihak yang kalah ke tempat yang lebih baik. Jadi, tak perlu meratapi kekalahan dengan berlebihan.(Suwarmin Station Manajer Star Jogja FM)