tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Sabtu, 28 Februari 2009

SR Edisi 61 - F O K U S

Polenik seputar molornya APBD
APBD Blora 2009 Terancam Cacat Hukum
Blora, Suara Rakyat.-
 Setelah dalam waktu 3 bulan era kepemimpinan ketua DPRD Blora kolektif antara Kusnanto dan Mahmudi Ibrahim, dapat menghasilkan lebih dari 6 Perda yang berhasil ditetapkan. Namun bulan ini kinerja anggota wakil rakyat Blora ini akan sedikit tersendat, terkait polemik seputar kewenangan Warsit setelah vonis bersalah oleh PN Blora.
 Menurut ketua paguyuban Perangkat Bodronoyo Blora Sutarji keadaan ini secara langsung akan berpengaruh terhadap penetapan APBD Blora tahun 2009. “Akhirnya toh rakyat Blora dikorbankan, dalam arti seharusnya mereka sudah dapat merasakan pembangunan daerahnya bulan depan, terpaksa tertunda,” katanya.
 Dirinya enggan mengatakan apapun terkait kewenangan Warsit masih bisa memimpin sidang atau tidak, terkait UU, PP atau SK Gubenur, karena dirinya bukan ahli hokum.
 Namun dirinya hanya mengungkapkan urutan kekuatan produk Hukumdi Indonesia yang dia dapat dibangku sekolah. “Sepengetahuan saya waktu sekolah urutan perundangan tertinggi adalah UUD 45, UU, PP, Kepres, Permen dan SK paling bawah. Jadi kalau UU diatasnya melarang maka perundangan dibawahnya harus mengikutinya. Kalau pun itu dilanggar maka saya berpendapat produk yang dihasilkan adalah cacat hukum” ungkap Sutarji.
 Pada kesempatan lalu direktur BCC Amin Faried mengatakan kewenangan warsit hilang setelah divonis bersalah oleh PN. Dasar yang digunakan tak tanggung tanggung UU 32/2004 tentang Pemda dan PP no 25/ 2004 tentang Tatib DPRD.
 .”Namun yang lebih jelas ya pada PP 25 /2004 tentang Pedoman dan Penyusunan Tatib DPRD pasal 45 ayat 2.
 “Yang intinya bahwa Bila Pimpinan dewan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum tetap, Pimpinan DPRD tidak boleh memimpin rapat dan menjadi juru bicara DPRD,” jelas Amin.
 Dengan kata lain bahwa jabatan Warsit tetap sebagai ketua DPRD Blora, namun bila memimpin rapat ataupun sidang tidak diperbolehkan menurut hukum.
 Ketika ditanya apakah dampaknya bila Warsit tetap memimpin paripurna sehingga penetapan APBD.
 “Masyarakat awampun pasti sudah banyak yang tahu, kalau peraturan dibawah bertolak belakang pada peraturan diatasnya, logikanya produk yang dihasilkan cacat hukum,” tandas Amin Faried.
  Sementara Ketua DPRD Blora HM Warsit pada kesempatan sosialisasi salah satu program DKK di ruang pertemuan Setda Blora Rabu (18/2) lalu, mengatakan selama SK Gubenur tentang pengangkatan dirinya sebagai ketua DPRD belum dicabut maka dia tetap sah memimpin sidang.
 “Saudara camat yang hadir disini, Anda bekerja berdasarkan apa. Tentunya dengan dasar SK Bupati kan yang juga mengatur kewenangan saudara sebagai camat. Maka secara hukum anda kewenangan yang anda dapat tetap melekat selama SK Bupati belum dicabut,” jelas Warsit dihadapan para camat yang hadir disitu.
 Menurut ketua DPRD Blora, Kewenangan seseorang terhadap jabatannya tetap melekat, selama SK jabatan seseorang belum dicabut oleh penjabat yang mengeluarkannya.
Atas pernyataan inilah Warsit berpendapat, dirinya tetap sah memimpin rapat dan mewakili apapun sebagi ketua DPRD Blora. (Roes)
Fokus Samping
Bupati RM.Yudhi Sancoyo
Berharap DPRD Pegang Komitmen Bersama
Blora, Suara Rakyat.-
 Bupati Blora RM Yudhi Sancoyo, sudah pernah menerima sanksi pada 2007 akibat pengesahan APBD molor. Waktu itu sanksinya berupa penundaan pencairan dana alokasi umum (DAU). ''Selain mendapat malu, juga menerima sanksi. Kalau ada pertemuan bupati-bupati di Jakarta, malunya minta ampun. Karena kita akan dipanggil dan disuruh berdiri dengan disaksikan bupati/walikota se-Indonesia,'' katanya, saat dimintai keterangan SR terkait molornya APBD 2009.
 Terkait APBD Blora tahun 2009 ini, Bupati ke 26 ini mengaku menerima teguran dari Departemen Keuangan akibat molornya pembahasan APBD Blora 2009. 
 ''Saya sudah dua kali ditelepon Prof Mardiyasmo (Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan). Ya, gara-gara APBD kita yang molor itu,'' jelasnya dalam keterangan persnya Senin (16/2) lalu..
 Teguran itu, lanjut dia, sebatas lisan. Namun, biasanya setelah itu ada teguran secara tertulis yang dilayangkan ke pemkab setempat. Jika surat tersebut benar-benar dikirimkan, maka bakal disebutkan juga konsekuensi yang harus diterima apabila pengesahan APBD molor.
 Di Jateng, selain Blora, saat ini ada lima kabupaten lain yang belum mengesahkan APBD. Yudhi sangat berharap DPRD segera menjalankan tugasnya untuk membahas APBD tersebut. Sebab, komitmen awal adalah mengesahkan APBD secepat mungkin.(Roes)

Ketua Fraksi PDIP DPRD Blora, Martono
Unsur Pimpinan DPRD Tidak Becus Bekerja
Blora, Suara Rakyat,-
 “Saya tiap hari datang kesini namun unsur pimpinan DPRD selalu tidak ada, kalau memang mereka tidak becus bekerja letakan saja jabatannya,” kata ketua Fraksi PDIP Martono Senin (16/2) lalu.
 Menurutnya pernyataan ini terucap karena banyaknya tudingan masyarakat yang mengatakan DPRD merupakan pennyebab molornya APBD. 
 “Anda lihat sendiri Saya, mas Antok dan mas Bakoh selalu datang sesuai jadwal pembahasan APBD tapi ternyata unsur pimpinan dewan tidak datang. Kalau begitu siapa yang salah,” kata Martono yang juga ketua Komisi A ini.
 Untuk itu dirinya meminta masyarakat menilai secara obyektif siapa penyebab molornya APBD, bukan menyalahkan seluruh anggota dewan.
“Kalau perlu masyarakat segera mendemo DPRD, dan saya akan dukung mereka,” tegasnya.
 Saat ditanya siapa yang layak memimpin sidang era vonis Warsit, dia hanya menjawab singkat. “Kita kembalikan pada aturan hukum yang berlaku, siapa yang layak pimpin rapat-rapat di DPRD,” tandasnya.(Roes) 

Ateng Sutarno (LSM Wong Cilik)
Adakan Voting ketua DPRD
Blora, Suara Rakyat.-
 Polemik molornya APBD dikarenakan aturan hukum yang rancu tentang kewenangan siapa yang layak pimpin sidang, membuat resah dikalangan masyarakat.
  Ateng Sutarno salah satu LSM Blora yang selalu berusaha mengkritisi seluruh kebijaksanaan di Blora, memunculkan ide yang cukup menarik. 
 Dengan pertimbangan seluruh anggota dewan yang duduk di kursi legislatif, dipilih melalui voting (pemilu), maka perlu diadakan voting juga untuk menentukan posisi kewenangan Warsit era keputusan vonisnya.
“Harus ada yang mengambil inisiatif mengumpulkan seluruh anggota dewan, untuk melakukan voting batas kewenangan pak Warsit. Dan hasilnya kita buat berita acara dan dikirim ke Gubenur selaku pejabat yang melantik mereka (Anggota DPRD-red),” kata Ateng.
 Dia percaya bila polemik ini segera terpecahkan, proses pembahasan sampai penetapan APBD Blora tak lama lagi akan terlaksana.(Roes)

SR Edisi 61 -SEPUTAR BERITA



Mungkinkah Pendidikan Gratis di Blora
                   
Oleh: Drs.Ec. Agung Budi Rustanto
 Tak ada alasan untuk memungut lagi,” begitu pernyataan Mendiknas Bambang Sudibyo. Mulai tahun 2009, SD dan SMP negeri tidak dibolehkan memungut biaya kepada siswa. Dana bantuan operasional sekolah (BOS) sudah dinaikkan.
 Selain pembebasan sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP), sekolah juga tidak boleh memungut biaya operasional dan investasi yang sering disebut uang gedung atau uang bangku. Itu kewajiban Pemda, demikian kata Mendiknas.
 Sekolah yang masih memungut biaya, akan mendapat sanksi sesuai UU Kepegawaian mulai dari teguran sampai dengan pemecatan. Besaran BOS per siswa tahun ini untuk tingkat SD di kabupaten sebelum naik adalah Rp 254.000 sekarang Rp 397.000, untuk tingkat kota Rp 400.000 atau sekitar Rp 33.000/siswa/bulan, ditambah lagi dengan bantuan penyelenggaraan pendidikan (BPP) Rp 13.000/siswa/bulan, jadi total adalah Rp 46.000/siswa/bulan.
 Tingkat SMP di kabupaten sebelum naik adalah Rp 354.000 sekarang Rp 570.000, kota Rp 575.000 atau Rp 80.900/siswa/bulan dari gabungan BOS dan BPP.
 Setelah dihitung oleh para kepala sekolah apa saja biaya yang harus dibiayai dan faktor-faktornya, ternyata unit cost operasional SD hanya Rp 36.000/siswa/bulan sedangkan SMP Rp 70.000/siswa/bulan. Jadi masih ada sisa Rp 10.000/siswa/bulan untuk SD dan Rp 10.800/siswa/bulan untuk SMP.
 Tetapi pertanyaannya mengapa banyak daerah mengaku belum siap? Dengan macam-macam alasannya mulai dari menghitung jumlah siswa tidak mampu, indeks biaya, survei keadaan sekolah kaya dan miskin dan persoalan klasik masalah dana karena APBD belum mencukupi.
 Alasan itu sangat mengada-ada karena dana BOS dan BPP saja sudah mampu menutup kedua biaya tadi bahkan lebih 
 Di balik itu, kita patut memberikan apresiasi dan penghargaan terhadap beberapa daerah yang secara tegas menyatakan siap melaksanakan kebijakan pada tahun ini. Dengan semangat otonomi daerah, beberapa Pemda mulai serius menangani pendidikan di daerah masing-masing.
 Mereka semakin sadar bahwa hanya dengan investasi pendidikan maka kualitas SDM akan meningkat, ini berarti akan memperbaiki angka human development index (HDI) yang saat ini Indonesia masih berada di posisi seratusan lebih.
 Pemda berupaya merealisasikan anggaran pendidikan sampai 20% atau paling tidak bisa mendekati angka itu. Perjuangan ekstra keras demi untuk menopang suksesnya wajib belajar dan sekolah gratis di daerah masing-masing merupakan hal positif.
 Agaknya para pemangku kepentingan sudah mulai menyadari bahwa investasi pendidikan itu tidak bisa dilihat dalam waktu sekejap layaknya membangun jembatan atau jalan tol, yang begitu anggaran digelontorkan, satu atau dua tahun langsung bisa dilihat hasilnya.
 Pola pandang ini yang sulit masuk logika para birokrat bahkan anggota legislatif dulu. Karena begitu lamanya melihat hasil dari sebuah proses pendidikan maka anggaran pendidikan kadang-kadang tidak memperoleh pembahasan yang proporsional.
 Kucuran BOS sebagai penopang dana operasional sekolah adalah iktikad baik pemerintah sebagai stimulan untuk mengawali program nasional pendidikan gratis, apabila belum mencukupi Pemda diminta nomboki kekurangan itu dari APBD. Pemda wajib mengendalikan pungutan biaya operasional SD dan SMP swasta sehingga siswa miskin bebas dari pungutan yang berlebihan sehingga tidak ada lagi alasan mereka putus sekolah karena biaya.
 Pemerintah telah menyiapkan dana cukup besar. Dari data Yang didapat SR dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, penyaluran dana tahun 2008 mencapai Rp 1,287 triliun dengan alokasi tingkat SD Rp 847,022 miliar dan SMP Rp 440,043 miliar. Jumlah SD penerima BOS 19.890 buah dengan jumlah siswa 3.334.734 anak, SMP sebanyak 3.329 buah dengan 1.243.062 siswa.
 Dalam mengelola dana BOS, diperlukan komitmen kuat agar tidak menyimpang dari arah yang diinginkan. Banyak pejabat yang tersandung masalah karena salah urus. Kasus buku ajar yang didanai BOS buku cukup sudah memberi pelajaran dengan banyaknya pejabat yang terpaksa harus berurusan dengan hukum.
 Bupati, walikota, bendahara dan Pimpronya ada yang menjadi korban karena gagal mengelola dan mempertanggungjawabkan dana itu.
 Zaman telah berubah, ketertutupan yang dulu tidak bisa dijamah oleh siapa pun kini dengan mudah diakses oleh siapa saja. Akuntabilitas dan transparansi mutlak diperlukan dalam pelayanan publik termasuk dalam menangani pendidikan gratis ini.
 Keterlibatan banyak pihak sangat diperlukan seperti LSM, Pers, komite sekolah, anggota masyarakat untuk memantau sejauh mana terlaksananya BOS 2009 yang dananya cukup besar agar tepat sasaran dan meminimalisasi penyelewengan anggaran seperti pada kasus buku ajar.
 Kalangan legislatif ada yang berpendapat anggaran yang digelontorkan untuk pendidikan gratis tidak menjadi persoalan asalkan dikelola dengan baik dan terbuka. Sinyalemen seperti itu mengindikasikan bahwa pengelolaan dana BOS belum sesuai dengan harapan.
 Disinyalir juga terjadi penurunan manajemen mutu pendidikan jika dibandingkan dengan sebelum ada pendidikan gratis. Hal yang juga penting dalam pendidikan gratis, tidak semata-mata soal kucuran dana tetapi juga tolok ukur keberhasilannya. Untuk itu, Dinas Pendidikan harus transparan.
 Selama ini, masyarakat sangat terbebani biaya sekolah dan lain-lain yang timbul. Lebih terasa lagi beban itu tumplek-blek menjadi satu pada saat tahun ajaran tiba. Komite sekolah yang diharapkan bisa bersuara dalam mengendalikan tingginya biaya pendidikan ternyata belum berpihak pada orangtua murid.
 Masih sulit menemukan komite sekolah yang tidak cuma menampung aspirasi orangtua murid tetapi keberadaannya juga bisa meringankan beban masyarakat yang membutuhkan pelayanan pendidikan.
 Pendidikan gratis merupakan konsekuensi dari pelaksanaan Pasal 31 ayat (2) perubahan ke-4 UUD 1945 yang bunyinya, ”Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
 ” Pendidikan gratis sebenarnya adalah solusi dari banyaknya angka putus sekolah. UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (18) juga mengatur tentang hal itu.
 Tetapi mengapa kesan pendidikan itu mahal semakin menggema di telinga masyarakat ekonomi lemah?
 Mungkin saja pendidikannya gratis, biaya personal dan terselubung itulah yang menjadikan biaya tinggi. Kontradiktif lainnya adalah anggaran pendidikan 20% ternyata include dengan belanja pegawai alias gaji pendidik.
 Padahal yang dituntut adalah 20% itu tidak termasuk gaji sehingga besaran itu bisa fokus pada peningkatan kualitas dan sarana pendidikan.
 Kita sekarang tinggal melihat apakah Pemerintah Blora di bawah Bupati RM Yudhi Sancoyo masih setengah hati untuk benar-benar mentaati amanat konstitusi. Ataukah masih ditemui biaya siluman yang pasti illegal, maka sampai kapan pun pendidikan tak mungkin gratis. “Selamat bekerja Bu Ratnani, tanggungjawab pendidikan Blora di tangan Anda”. 

*) Penulis adalah Redaktur Tabloid Suara Rakyat




Senin, 16 Februari 2009

SR edisi 60 - F O K U S




De Facto lengkap Sudah Yudhi sebagai Bupati
Blora, Suara Rakyat.-
Setelah lebih dari 1 tahun menjabat bupati Blora secara de jure (ketetapan hukum), akhirnya Jum’at (6/2) RM Yudhi Sancoyo secara de fakto (pengakuan Masyarakat) sudah lengkap dirinya sebagai Bupati Blora ke 26.
Hal ini diungkapkan Direktur BCC Amin Faried saat ditemui disekretariatnya usai pelatikan para pejabat eselon tersebut.
“Seperti yang saya katakan pada beberapa edisi lalu, bahwa Yudhi Sancoyo belum jabat Bupati secara utuh kalau belum berani memutasi para pejabat eselon II di Blora,” katanya.
Menurut Amin dengan melantik 1.058 pejabat, mulai eselon II sampai eselon V secara de fakto masyarakat mulai mengakui kewenagannya sebagai bupati benar-benar lengkap.
Bahkan menurut pria yang berdomisili di Jepon ini, pelantikan saat ini merupakan sejarah baru di Blora, karena melibatkan ribuan orang.
“Dan mungkin bisa dijadikan catatan khusus, pelantikan pejabat kali ini tidak didampingi para istri. Disamping itu pejabat yang dilantik seluruhnya menggunakan batik bukan mengunakan jas seperti biasanya,” uangkap Amin.
Mutasi yang dilakukan Bupati inipun tak tanggung-tanggung dalam menempatkan seseorang pada jabatanya. Ada beberapa nama pejabat menduduki jabatan sesuai yang diprediksi BCC.
Diantaranya seperti sekda Blora tetap dijabat Bambang Sulistya, Kadinas Diknas dijabat Ratnani W dan Bambang Darmanto sebagai Asisten Pemerintahan setda Blora dan Sutikno Slamet sebagai Kadin Pertanian dan Perkebunan serta Slamet Pamudji menjabat Kadinas Dukcapil (Lihat table-red).
Sedang beberapa nama yang diprediksi tetap pada posisinya ternyata justru digeser oleh Bupati Blora ke 26 ini. Seperti H Abu Nafi yang sebelumnya kaBawasda menjadi Kadin Perhubungan. Sedang jabatan inspektur Blora (kaBawasda) dijabat Winarno yang sebelumnya menjabat Kabag Pemdes setda Blora. Sekwan dijabat wajah baru yakni Marsono yang sebelumnya menjabat Kasubdin Dikmen diknas Blora.
Demikian juga dengan Ka DPU Blora H Bondan Sukarno yang sebelumnya diprediksi tetap, ternyata digantikan Sugiyatno yang sebelumnya kabid di bawasda. Sedang Bondan Sukarno menjabat jabatan baru saebagai kadin Kesbanglinmas.
Untuk Dinas baru nama muncul, diantaranya Dwi Santoso sebagai kadinas Komunikasi dan informatika, Krt Adi Purwanto menduduki jabatan barunya sebagai Kadin Pertambangan dan Energi.
Sementara Bupati Blora dalam sambutannya mengatakan bahwa pengambilan sumpah dan pelantikan para pejabat structural ini merupakan pengisian jabatan berdasarkan SOTK yang baru.
“Dengan dilantiknya saudara jangan hanya diartikan sebagai pengembangan karir semata, namun hendaknya diartikan sebagai bentuk ibadah. Mengabdi pada bangsa dan Negara sebagai bagian iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata Yudhi.
Disisi lain Yudhi sancoyo menggaris bawahi sebagai seorang pemimpin selain harus bersikap korektif terhadap bawahan, juga harus bersikap yang sama untuk dirinya sendiri.
Disamping itu kepada para pejabat yang dilantik tersebut, Yudhi memberi waktu paling lama 7 hari agar segera menempati tugas barunya.
Yang cukup unik juga dalam pelantikan kali ini di akhir sambutanya Yudhi Sancoyo memberi bekal pada mereka dengan bahasa jawa yang halus.
“Lamun siro dhuwur ojo ngungkuli, Lamun siro banter ojo ndhisiki, lamun siro landep ojo natoni, Lamun siro biso nyuworo ojo mbrebegi, Lamun siro sekti ojo mateni,” ungkap Yudhi dalam akhir sambutanya. (Roes)


Fokus samping
Jabatan Pilihan Allah yang Terbaik

Blora, Suara Rakyat.-
Pengisian personil SOTK yang dilakukan bupati Jum’at lalu menyisakan kenangan tersendiri bagi para pejabat yang dilantik.
Beberapa Pejabat dari berbagai eselon yang berhasil ditemui SR mengungkapkan berbagai pernyataan yang berbeda.
Kadin Perhubungan Baru Abu Nafi misalnya, mengatakan apapun yang terjadi pada dirinya semata-mata adalah pemberian Allah dan hendaknya disyukuri. “Yang namanya derajat, pangkat atau jabatan ada ditangan Allah, jadi apapun yang diberikan pada hari ini adalah yang terbaik dari Allah,” katanya.
Lain lagi dengan Wahyu Agustini kabag Perekonomian baru, dia mengaku bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan. “Dan juga saya ucapkan terima kasih atas dukungan dan kepercayaan pimpinan, masyarakat atau handai taulan serta mohon doa restunya dalam mengemban amanah yang diberikan pada saya,” ungkap mantan Camat Wanita pertama di Blora ini.
Sementara kadin Kominfo baru Dwi Santoso, menyatakan apa yang diberikan bupati kepadanya adalah hal yang biasanya. “Saya pikir tidak ada yang baru bagi saya dan wajarlah. Bupati tahu saya merupakan satu-satunya orang paling lengkap menduduki berbagai jabatan,” jelas Kadin yang nantinya paling banyak berhubungan dengan para wartawan ini.(Roes)

70 persen Prediksi SR Tepat
Blora, Suara Rakyat.-
Sutarji ketua paguyuban perangkat desa Bodronoyo Blora, mengacungi jempol apa pada Prediksi SR tentang pejabat baru sebagian besar sama. “Kalau diprosentase apa yang prediksi pejabat baru versi SR, boleh dikata 70 persen terbukti. Terutama prediksi banyaknya Camat baru terbukti nyata,” kata Kamituwo Bangeran Kamolan ini.
Menurut Dia, wacana yang dimunculkan pada SR dengan menyebut nama banyak yang pejabat, adalah hal yang baru di Blora. Dan pertama kalinya di Blora kran keterbukaan informasi calon pejabat dapat diketahui masyarakat.
“Saya salut sama SR, yang selamat ini beberapa kalangan menganggap tabu, memunculkan nama calon pejabat. Justru SR lah yang pertama kalinya mengawali di Blora,” ungkap Sutarji.
Disisi lain Sutarji menambahkan apa yang diwacanakan SR, ibarat salah satu buku panduan dan pertimbangan bagi Bupati selaku pengambil keputusan. “Sehingga dengan munculnya wacana keterbukaan dari berbagai sumber tersebut, Bupati dapat menentukan pilihan terbaiknya untuk Blora tercinta,” tambah Sutarji. (Roes)

SR edisi 60 - POLITIK HUKUM


SR edisi 60 - POLITIK & HUKUM

Fokus
Divonis 2 tahun, Kewenangan Warsit Ompong

Blora, Suara Rakyat.-
Setelah melalui Sidang sebanyak 33 kali akhirnya ketiga tersangka kasus dugaan korupsi APBD 2004 sebesar Rp. 5,6 milyar, yakni HM Warsit, Sukarno dan Erna Marliana, divonis bersalah.
Sidang yang dipimpin hakim ketua Subachran Hardi Mulyono didampingi hakim anggota Hongkun Otoh dan Aminudin menjatuhkan Vonis pada Ketua DPRD Blora Warsit dengan divonis 2 tahun penjara.
Selain dijerat hukuman kurungan, Warsit juga dijatuhi hukuman denda Rp 50 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 218 juta subsider satu tahun.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menilai Warsit terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menilai Warsit terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan.
Hukuman tersebut lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Seperti diketahui pada sidang sebelumnya, JPU menuntut Warsit dengan hukuman tujuh tahun penjara, membayar denda Rp 250 juta dan membayar uang pengganti Rp 1 miliar lebih secara tanggung renteng dengan dua terdakwa lainnya, yakni Sekretaris DPRD Sukarno dan Kabag Keuangan DPRD Erna Marliana.
Namun pada pembacaan vonis Warsit tidak terbukti di dakwaan primer. Namun, dia terkena dakwaan subsider. Peran Warsit sebagai ketua DPRD dinilai majelis hakim sangat besar dalam persoalan anggaran. Baik dari perintah memasukan pos anggaransampai pencairan anggaran.
Menurut majelis hakim, ada yang menyimpang dalam penggunaan anggaran. Yakni, tidak sesuai peruntukan. Salah satunya, anggaran taktis yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Karena perbuatan Warsit dinilai merugikan keuangan negara dan dia ikut menikmati uangnya, maka Warsit tidak hanya harus membayar denda. Juga, membayar uang pengganti.
Sebelumnya,Sidang pertama menghadirkan Erna. Dalam sidang tersebut, Erna didampingi tiga penasihat hukumnya. Majelis hakim menyatakan, terdakwa Erna tidak terbukti melanggar dakwaan primer. Namun, terbukti melanggar dakwaan subsider, pasal 3 UU No 31/1999 yang diubah menjadi UU No 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Semua unsur dalam dakwaan subsider ini menurut hakim terpenuhi. Karena keterlibatan Erna sedikit dalam perbuatan tersebut, majelis hakim memvonis hukuman satu tahun.
Sedang Sukarno yang menjalani sidang kedua juga dinyatakan bersalah, dan dijatuhi vonis penjara 1,5 tahun denda Rp.50 juta subsider 6 bulan.
Dampak dari putusan inilah yang membuat kewenangan Warsit sebagai ketua DPRD Blora secara hukum habis. Hal ini diungkapkan Amin Faried direktur BCC saat ditemui usai pembacaan vonis Warsit.
Alasan menurut Aktifis ini adalah PP no 25 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan peraturan Tatib DPRD, yakni pasal 45 ayat 2.
“Yang intinya bahwa Bila Pimpinan dewan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana serendahrendanya 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum tetap, Pimpinan DPRD tidak boleh memimpin rapat dan menjadi juru bicara DPRD,” jelas Amin.
Dengan kata lain bahwa jabatan Warsit tetap sebagai ketua DPRD Blora, namun bila memimpin rapat ataupun sidang tidak diperbolehkan menurut hukum.“Atau dengan bahasa kasarnya, Jabatan Warsit tetap sebagai ketua Dewan namun Kewenangannya dirontokan atau ompong,” tegas Amin Faried.(Roes)

Sumarso (Pencara HM Warsit)
Putusan Hakim Kurang Tepat
Blora, Suara Rakyat.-
Putusan yang dijatuhkan Warsit, Sukjarno maupun Erna dinilai kurang tepat membuat pengacara ketiga terdakwa mengajukan banding.
Sumarso, pengacara Warsit, mengatakan, kalau jaksa tidak bisa membuktikan, mestinya terdakwa tidak dihukum. Alasannya, perbuatan terdakwa bukan pidana. Sumarso menilai pertimbangan yang dilakukan majelis hakim kurang tepat. ''Terus terang kami sanagat kecewa terhadap putusan hakim. Dan kami akan banding,'' katanya usai sidang.
Hal yang sama disampaikan Muharsuko, pengacara Sukarno, dan Suryadi, pengacara Erna. Dua pengacara ini mengatakan, kalau yang dilakukan kliennya tidak semestinya dipidana. ''Apalagi Bu Erna kan sama sekali tidak ikut menerima bagian dari dana itu,'' ungkap Suryadi. (Roes)

Ateng Sutarno (LSM Wong Cilik)
Koridor Hukum Sudah Berjalan
Blora, Suara Rakyat.-
Dengan adanya vonis 2 tahun untuk Warsit, 1,5 tahun untuk Sukarno dan satu tahun untuk Erna berarti proses hokum sudah sesuai koridor hukum yang berlaku di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Ateng Sutarno ketika dimintai komentarnya Kamis (5/2) di kediamanya.
“Bagaimanapun kita harus memberikan pujian pada para penegak hukum di Blora, yang dapat memberikan vonis tersebut untuk salah seorang terkuat disini,” kata Ateng.
Disisi lain Pria yang juga mantan guru SMPN 5 Blora ini menaruh dugaan adanya permainan para penegak hukum di Blora. “Tidak tertutup kemungkinan adanya permainan yang cantik dari pihak pembuat tuntutan (jaksa) dan penentu keputusan (Hakim) untuk meringankan ketiga terdakwa,” ungkap Ateng.
Terhadap keputusan banding dari ketiga terdakwa tersebut, dia mengatakan adalah hak setiap terhukum melalui pengacaranya.
“Kita harus menghormati hak-hak mereka, karena bagimanapun juga ketiganya adalah putra-putri asli Blora. Kita harus memberi dukungan moral pada mereka,” tandas Ateng. (Roes)

SR edisi 60 - SEPUTAR BERITA

Caleg-Caleg Keleleran di Jalan
Saat ini, foto calon anggota legislatif (Caleg) bertebaran di mana-mana, terutama di pinggir-pinggir jalan, baik itu jalan protokol maupun gang-gang sempit di perkampungan.
Tujuan utama pemasangan atribut kampanye itu tidak lain untuk menarik simpati dari masyarakat, seakan mereka bilang, ”Jangan lupa, pilih saya lho pada Pemilu 2009.”
Ada atribut yang menampilkan foto setengah badan Caleg. Ada juga yang memperlihatkan foto/gambar dari ujung rambut sampai ujung kaki plus aksesori. Aksi mereka juga beragam, tak mau kalah dengan foto model.
Dari yang memakai pakaian khas Jawa dengan ikat kepala, memakai batik, sampai mengenakan jas dan dasi, ditambah peci agar kelihatan berwibawa. Begitu juga Caleg perempuan. Mereka berkebaya dengan mahkota yang disanggul, mungkin meniru RA Kartini, ada juga yang mengenakan kerudung.
Pada atribut kampanye itu, Caleg lelaki kelihatan ganteng-ganteng dan berwibawa, Caleg perempuannya terlihat cantik bak puteri Indonesia yang siap memperjuangkan aspirasi kaum perempuan. Selain foto, mereka mencantumkan nama yang diiringi titel yang panjang dan macam-macam, sampai-sampai saya tidak tahu itu gelar apa. Diharapkan, dengan gambar foto dan n
ama lengkap yang panjang, nantinya masyarakat tidak salah mencontreng pada Pemilu 2009.
Akan tetapi sungguh kasihan mereka karena atribut-atribut itu dipasang asal-asalan. Foto mereka dipajang di tempat yang kurang layak. Akibatnya, gambar-gambar yang indah tersebut menjadi tidak nyaman dipandang. Masalahnya, para Caleg tersebut rela fotonya ada yang dipaku ke batang-batang pohon, padahal cara itu merusak lingkungan. Biasanya mereka memasang dipohong pada tempat yang jarang didatangi Panwaslu dan dipelosok desa pinggiran.
Kemungkinan, tim sukses Caleg tidak menyadari bahwa tempat untuk memasang atribut kampanye itu mempunyai nyawa. Atau mereka benar-benar tidak tahu bahwa batang pohon itu juga berhak berkembang dan hidup.
Seandainya bisa berteriak, mungkin pohon itu akan mengadu kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli lingkungan. Pohon-pohon itu akan menuntut atas kekerasan yang dilakukan para Caleg.
Bahkan jika bisa berteriak, mereka akan ganti berkampanye, jangan pilih Caleg tersebut karena perilakunya tak terpuji, melakukan kekerasan terhadap makhluk hidup demi kepentingan pribadinya.
Menurut data yang tercantum di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Blora, ada 463 Caleg, terdiri dari 318 laki-laki dan 145 perempuan. Bisa dibayangkan bila orang sebanyak itu menempelkan atribut kampanye ke lebih dari satu pohon memakai paku. Apakah Caleg yang melakukan tindakan seperti itu layak dipilih ?
Mestinya para Caleg menempatkan gambar dirinya pada tempatnya. Kalau kita mempunyai foto, pasti disimpan baik-baik di album. Apabila hendak dipamerkan, tentu foto tersebut diberi bingkai dan digantung ditembok yang sesuai agar tersebut untuk enak dipandang.
Penempatan atribut yang cocok dan sesuai dengan porsinya akan menjadi nilai lebih bagi Caleg itu sendiri. Warga saat ini semakin kritis memilih Caleg yang pantas atau yang tidak pantas dipilih. Atribut yang dipasang tertib, fokus dan sesuai sudut pandang yang melihat, pasti akan menjadi perhatian warga.
Penempatan atribut yang tepat, rapi dan enak dilihat juga merupakan cerminan terhadap kota yang ikut menyukseskan pesta demokrasi. Kalau perlu, gambar Caleg dipasang bersama-sama sehingga calon pemilih dapat membandingkan Caleg satu dengan lainnya.
Kalaupun Caleg ingin fotonya ditampilkan sendiri, boleh saja, asal mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan. Misalnya, tidak dipaku ke pohon, menggunakan ragangan/bingkai yang sesuai.
Selain itu, aturan penataan atribut kampanye harus ditegakkan secara tegas. Misalnya, dilarang keras mempromosikan diri dengan mengorbankan makhluk hidup. Penempatan atribut kampanye yang tidak tepat juga akan merusak keindahan kota.
Lembaga terkait seperti KPU, Panwaslu hingga Pemkab bekerja sama mengarahkan dan mengatur hingga menindak pemasangan atribut kampanye. Ada kawasan yang diperbolehkan dan ada yang dilarang dipasangi atribut. Jangan sampai, hanya gara-gara terpesona oleh gambar Caleg, pengguna jalan malah celaka.
Sanksi yang tegas perlu diterapkan agar para Caleg kapok, tidak mengulangi kesalahannya. Instansi terkait berhak menertibkan dan menyita atribut yang dipakukan ke pohon. Apabila Caleg-caleg tersebut tidak menghiraukan, tetap mengulangi tindakannya, layak pulalah Caleg tersebut diumumkan sebagai Caleg yang tidak peduli lingkungan.
Sebenarnya, iklan atau atribut kampanye itu bisa menjadi sumber pendapatan daerah. Walaupun jangka waktunya relatif singkat, potensi tersebut dapat digali dalam bentuk retribusi atau yang lain sehingga pendapatan daerah dapat meningkat.
Selama ini, mereka diuntungkan dengan izin memanfaatkan ruang publik seluas-luasnya. Tidak ada salahnya mereka juga dituntut kompensasinya untuk memenuhi kewajibannya yaitu membayar pajak daerah.
Penulis kira mereka tidak akan merasa berat dikenai pajak. Hanya, perlu dibuat aturan yang jelas. Sekaligus ini menjadi contoh yang baik bahwa Caleg merupakan warga negara yang baik, yang taat membayar pajak.
Penempatan gambar-gambar pada posisi yang tepat, aman, tidak mengganggu, dapat memberikan suasana nyaman dan bersih, tidak kemproh. Sehingga, harkat dan martabat Caleg dapat terangkat kembali, dipercaya, dan dipertanggungjawabkan dalam mencari dukungan dari masyarakat dan calon pemilih.
Pada akhirnya, dengan disediakan space (tempat) yang nyaman, masyarakat dapat menyeleksi, menimbang-nimbang dan memberikan keputusan siapa yang pantas dipilih. Calon pemilih tidak kebingungan lagi, gambar dan informasi juga tersedia di satu tempat, tidak di sembarang tempat.
Semoga selama kampanye ini, para Caleg tidak lagi melakukan aksi memprihatinkan, dengan aksi tempel atribut di pinggir jalan, yang mengesankan keleleran, tidak mengindahkan kelestarian lingkungan.
(Penulis: Drs Ec. Agung Budi Rustanto- Redaktur SR)





Tradisi LAMPORAN diharap Menambah Wisata Budaya
Blora, Suara Rakyat.-
Lamporan suatu tradisi dari nenek moyang yang masih terjaga hingga sekarang, tetap dilaksanakan di kelurahan Kunden kecamatan Blora Kamis malam (22/1) lalu.
Pada pelaksanaan kirab lamporan diawali dan diakhiri dihalaman kelurahan Kunden ini, tak kurang sedikitnya diikuti 600 orang yang berjalan kaki membawa obor. Dan diiringi dengan kelompok kesenian Barong yakni Seni Barong Risang Guntur Seto dari kelurahan setempat.
Menurut A
di Wibowo, tradisi ini sudah turun temurun dilaksanakan setiap tahunnya. Tujuan disamping pelestarian budaya, juga diharap nantinya akan menambah wisata budaya dikabupaten Blora.
“Disamping sebagai pelestarian budaya, dimaksud juga sebagai ruwat deso, ngilangake sengkolo tinebihno ing sambikolo murih makmure Rojokoyo” kata Adi Wibowo yang juga koordinator kegiatan ini.
Yang cukup menarik dalam kirab kali ini, tradisi mulai dikembalikan seperti semula.Yakni dalam kirab ini jumlah peralatan pecut/cemeti dan obor masing-masing sebanyak 40 buah tampak ada.
“Juga diwajibkan dalam perjalanan ditengah jalan, harus singgah di kediaman sesepuh Blora yakni keluarga RM. Sumo (alm Kakeknya istri Bupati Blora,RA Manik Habsari-red),” jelas Didik panggilan akrab Caleg DPRD Blora nomer 4 dapil I dari partai Golkar ini.
Acara berakhir setelah keliling desa Kunden secara menyeluruh, dan ditutup dengan doa bersama dipimpin pemuka agama setempat dilanjutnya dengan tumpengan.
Sementara RA manik Habsari ketika ditemui dikediamanya, mengharap agar tradisi ini tetap dilestarikan. Karena disamping sebagai tradisi namun berfilosofi yang tinggi, yakni mengusir Setan yang selalu mengganggu umat manusia.
“Semoga di tahun 2009 ini desa Kunden dijauhkan dari godaan setan, masyarakatnya bisa hidup tenang dan tentram, dijauhkan godaan setan yang selalu menggoda umat manusia,” ungkap RA Manik Mabsari yang juga ketua Tim Penggerak PKK kabupaten Blora ini. (Roes/Adv)


























SR edisi 60 - ADVETORIAL