tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Minggu, 29 Maret 2009

SR edisi 64 - F O K U S



Fokus
Polemik Seputar Kartu Saku Caleg
KPU Tidak Melarang Kartu Nama Caleg
BLORA, SR - Peningkatan kesejahteraan rakyat kecil? Peningkatan kualitas pendidikan? Peningkatan kesejahteraan guru?dan lain-lain. Itulah slogan yang tak asing ditelinga masyarakat, karena sering digembar-gemborkan para caleg pada saat ini.
Padahal pemilu legislatif (pileg) di Indonesia merupakan pemilu tersulit di dunia, sehingga muncul opini di masyarakat akankah pesta demokrasi ini berhasil. Hal ini diungkapkan Sudarto wakil Kasek SMK swasta di blora, saat ditemui SR Kamis (19/3) lalu
Menurut dia banyaknya partai peserta pemilu dan jumlah calegnya menjadi salah satu kendala masyarakat Blora khususnya.
“Disamping tentunya tingkat pendidikan masyarakat Blora khususnya di desa-desa, yang masih jauh dari kata berpendidikan,” katanya
Kendala lainnya adalah banyaknya faktor yang seolah-olah membatasi para pemilih. Diantaranya para pemilih tidak diperbolehkan membawa kartu nama yang dibekali caleg pada saat di TPS dan meminta bantuan bagi pemilih yang buta huruf atau tua.
Menanggapi hal ini Moesafa, Ketua KPU Blora membantah tegas statemen yang muncul di masyarakat, seolah KPU membatasi hak seseorang.
Menurutnya sebagaimana diatur dalam undang-undang KPU menyarankan agar tidak membawa alat peraga kampanye di TPS, termasuk kartu saku atau kartu nama caleg yang dibagikan ke para pemilih.
“KPU tidak melarang membawa kartu nama caleg, tapi hanya melarang beredar di TPS karena hal itu dapat dikategorikan sebagai bahan kampanye,” kata Moesafa.
Disisi lain dia juga menyarankan pada partai politik dan para caleg, agar tidak membekali kartu saku atau kartu namanya pada pendukungnya Alasanya bila kartu nama tersebut dibawa ke bilik suara, dikhawatirkan tertinggal atau sengaja ditinggal pemilih.
Sementara menanggapi pasal 31 Peraturan KPU no 3/2009 terutama pada pengertian mempunyai halangan fisik lainnya, Ketua KPU mengatakan bisa meminta bantuan petugas TPS.
“Tentunya atas persetujuan para saksi dari parpol yang ada disitu,” ungkapnya.
Di tempat terpisah Direktur LSM Wong Cilik Ateng Sutarno, juga mengkritik statemen KPU yang sangat sulit dicerna masyarakat Blora pada umumnya. “Jangan membuat pernyataan yang membingungkan masyarakat, pemilu kali ini merupakan pemilu tersulit sejak Indonesia merdeka,” katanya
Asumsinya realitas masyarakat Blora terutama di pedesaan, banyak yang belum mengerti atau tidak tahu model pemilu kali ini. Disamping itu banyaknya para anggota DPR yang terlibat kasus korupsi, menyebabkan masyarakat apatis terhadap pileg ini. “Hampir setiap hari TV selalu muncul berita korupsi oleh para anggota dewan, inilah salah satu penyebab apatisnya masyarakat terhadap pemilu,” ungkap Ateng.
Dia juga memprediksi golput dan suara tidak sah lebih dari 50 persen, bila KPU atau Panwaslu masih mempersulit pemilih. “Mereka mau datang ke TPS saja kita harusnya menghargai dan terima kasih. Jangan justru dipersulit, kalau nanti pemilih yang datang kurang dari 50 persen siapa yang dipersalahkan,” tegas Ateng. (Roes)
Fokus Samping
Wahono Larang Kartu Nama Caleg di TPS
Blora, Suara Rakyat.-
Ketua panwaslu kabupaten Blora Wahono, menyatakan segala atribut yang berkaitan dengan partai atau caleg peserta pemilu, dilarang masuk ke TPS. Termasuk juga kartu nama para caleg, yang dibuat para caleg untuk mengingatkan para orang tua.
“Kartu nama merupakan atribut pemilu, jadi dengan tegas saya larang untuk dibawa didalam TPS ataupun bilik suara. Ini sudah diatur pada Undang-undang Pemilu,” katanya.
Wahono juga menggarisbawahi, bila hal ini tetap dilanggar para pemilih, dirinya tidak segan-segan memproses secara hukum. “Kami tak segan-segan akan menempuh jalur hukum bila hal ini dilanggar,” tegasnya.
Disamping itu Wahono yang juga ketua PWI Pokja II Jateng ini, mengkritik dan menyarankan KPU untuk menyediakan meja yang besar pada bilik suara mendatang.
Alasanya cukup sederhana, yakni kartu suara yang akan diberikan pada para pemilih ukurannya sangat besar.
“Kami juga sudah membuat secara resmi ke KPU Pusat tentang ukuran meja tersebut, bila KPU nantinya hanya menyediakan meja kecil di TPS maka akan sangat menyulitkan pemilih. Baik untuk meletakan kartu itu ataupun untuk melipatnya kembali,” jelasnya.
Sedangkan tutup samping bilik suara, dia menyarankan dibuka secara miring, agar ruang lingkup untuk meja lebih luas.
“Saya tidak bisa bayangkan apa jadinya bila di TPS hanya disediakan meja kecil, kartu suara besar. Bagaimana kesulitan para pemilih dengan waktu 5 menit untuk 4 kartu suara, untuk menentukan pilihanya dan melipatnya kembali,” ungkap Wahono.(Roes)

H.Haryono SD
Jangan Persulit Pemilih
Blora, Suara Rakyat.-
Pernyataan yang terlontar dari ketua Panwaslu Blora Wahono mendapat somasi dari Caleg Partai Golkar Dapil III DPRD Propinsi Jateng no urut 4, H. Haryono SD.
Menurut Haryono apa yang dilontarkan ketua panwaslu tersebut, hanya penjabaran yang dangkal terhadap undang-undang “Kartu nama yang kami berikan bukan merupakan atribut partai ataupun caleg, tolong dipelajari arti dari atribut itu sendiri,” kata Haryono.
Disisi lain Haryono yang juga mantan wakil ketua DPRD Blora ini, menyayangkan pengertian yang sepihak dari bilik suara bagi para pemilih.
“Bilik Suara adalah Hak dan kewenangan mutlak pemilih dan apapun yang dilakukan pemilih disitu tidak bisa diganggu. Didalam bilik Itulah arti pemilu yang rahasia,” tegasnya.
Maka dia berharap pada KPU atupun Panwaslu agar tidak mempersulit para pemilih. “Tolong yang namanya pemilih jangan dipersulit, mau dating ke TPS saja sudah Alhamdulilah, sebab tidak ada sanksi hukum bagi para pemilih yang tidak datang di TPS,” ungkapnya.
Dia juga menambahkan diluar negeri memang ada yang menetapkan sanksi hokum bagi para pemilih yang tidak menggunakan suaranya. “diluar negeri sanksi hukumnya tiga bulan hukuman kurungan, Jadi permudahlah pemilih agar mau datang menggunakan hak pilihnya,” tambah Haryono.(Roes)

SR edisi 64 - POLITIK HUKUM

Ingin Baca .....???? .......Klik Gambar... !!!



















Terkait DPT Blora

Mumuk Keluhkan Pemutakhiran Data KPU
Blora, Suara Rakyat.-
Ketua Panwas Blora Wahono menyatakan telah menemukan dan melaporkan ke Bawaslu Jakarta, melalui Panwas Jateng terhadap 152 warga Kediren Randublatung yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Menurut Wahono hal ini dilakukan karena perubahan DPT akan berpengaruh terhadapjumlah pemilih tingkat kabuapten, Propinsi bahkan Pusat. “Penambahan Jumlah Pemilih tidak dapat berubah bila belum diputuskan dari pusat,” katanya.
Sementara Ketua KPU Muesafa kepada SR juga mengatakan hal yang sama, bahwa lembaganya akan menindaklanjuti semua persoalan yang dimunculkan panwas ke KPU Pusat melalui KPU jateng. Namun sampai berita ini ditulis Senin (23/3), Dia belum menerima surat resmi dari panwas Blora. “Kami telah mengagendakan pertemuan dengan panwas untuk pembahasan lebih lanjut,” ungkap Safa’ panggilan akrab ketua KPU Blora ini.
Terkait masalah Kediren Randublatung,Dirinya mengaku telah menindaklanjuti peritah KPU Pusat untuk validitasi DPT. “Kami telah memerintahkan seluruh PPK termasuk juga PPK Randublatung untuk sekali lagi mengecek DPT didaerahnya masing-masing,” tandas Moesafa.
Sementara Kepala Dukcapil Blora Slamet Pamudji membantah bahwa lembaganya asal-asalan menyajikan data pemilih. “Kami menyajikan data berdasarkan data base yang telah kami susun setahun sebelum pileg, tepatnya 5 April 2008, DP4 telah kami kirim ke KPU Blora,” katanya.
Dia juga tidak membantah kemungkinan penyajian datanya ada yang ganda. Bahkan hal ini tidak saja terjadi di Blora namun hampir keseluruhan terjadi di Indonesia.
Saat ditanya mengapa penyajian database harus dilakukan setahun sebelum pileg, Slamet Pamudji menjelaskan bahwa KPU yang akan memutakhirkan data tersebut sebelum menjadi DPS (Daftar Pemilih Sementara). “Dana pemutakhiran data DPS sepenuhnya ada di KPU melalui Petugas Pendaftar Pemilih. Dan saya tidak tahu apa itu dikerjakan KPU atau tidak,” ungkapnya.
Mantan Kabag Humas ini juga menegaskan bahwa dana pemuthakhiran data pemilih yang menerima KPU, lembaganya tidak terlibat penggunaan dana tersebut. “Setelah DPS diturunkan dan mestinya sudah ditangan KPPS, mengapa tidak melakukan pemutakhiran data, wong dananya ada,” tandas Slamet Pamudji.
Untuk itulah Dia menggarisbawahi kesalahan DPT terkait pemilih ganda memang ada, akan tetapi bukan merupakan sistimatis atau rekayasa untuk tujuan tertentu. Kaitan itulah Slamet pamudji sejak satu bulan terakhir ini, telah menerapkan pengurusan NIK (Nomor Induk Penduduk) harus ditentukan oleh kantornya.
“NIK sebelumnya yang menentukan tiap kecamatan, maka terhitung satu bulan ini penentuan NIK disatu pintu yakni disini (Dinas Dukcapil-red). Saya yakin tidak akan rancu seperti lalu, karena teregister satu buku,”tambah Mumuk panggilan akrabnya.(Roes)
Kasus Pembibitan Fiktif, Ketua KID Tersangka
BLORA, SR - Tak kurang 3 bulan Kejaksaan Negeri Blora seperti tidak nampak gaungnya. Ternyata Kamis (19/3) mulai nampak geliatnya terhadap kasus korupsi lagi. Kejari Blora Rubiyanti melalui kasi Pidsus Subagyo menyatakan saat ini menyidik kasus dugaan penyelewengan dana P4MI di Dinas Pertanian Blora.
“Saat ini kami baru menetapkan, ketua KID desa Kentong, Kecamatan Cepu dengan inisial Spy sebagai tersangka,” kata Subagyo di hadapan wartawan.
Menurutnya sampai saat ini tersangka belum ditahan, walau puluhan saksi sudah dimintai keteranganya. Ketika ditanya mengapa hanya kasus KID Desa Kentong saja yang ditangani, Subagyo membenarkan bahwa kasus KID sangat banyak, dan kasus KID 2005 terlebih dulu yang ditanganinya.
Alasan menurut pejabat di lingkungan Kejari Blora yang paling lama ini, penyidik menemukan berbagai kejanggalan dalam pelaksanaannya. “Salah satunya pembibitan fiktif dan temuan awal kami, kerugian negara berkisar Rp 80 juta,” ungkap Subagyo.
Sebagaimana diketahui proyek pertanian yang ditangani KID Desa Kentong ini bernilai Rp 250 juta yang terdiri dari dana pemerintah sebesar Rp 230 juta dan swadaya Rp 20 juta.
Dia juga menambahkan sampai saat ini penyidikan masih fokus pada saksi petugas Dipertan tingkat kecamatan. “Tidak tertutup kemungkinan akan kita perluas sampai Dipertan tingkat kabupaten,” tegas Subagyo. (Roes)

SR edisi 64 - KULANUWON & OPINI


Sinisme Dalam Pemilu 2009

Tidak bisa dipungkiri bagi partai politik kehadiran pejabat yang punya pengaruh luas, serta sangat dikenal publik akan dimanfaatkan. Padahal, hal itu, sebatas symbol, karena kampanye paling efektif bagi pejabat adalah kinerjanya di pemerintahan selama ini. Itulah yang dilihat dan dinilai oleh publik. Jadi berupa fakta atau data empirik. Bukan janji atau slogan kosong.
MULAI Senin (16/3/2009), kampanye terbuka menghadapi Pemilu Legislatif dimulai. Di Blora, kampanye diawali dengan deklarasi bersama untuk menyukseskan pemilu dan siap melakukan kampanye damai. Meski beraroma basa-basi, kita harus mendukung upaya-upaya yang ingin mewujudkan agar Pemilu 9 April berlangsung aman dan sukses.
Harapan mendapatkan hasil pemilu yang berkualitas sungguh relevan bila direlasikan dengan sinisme publik terhadap kondisi anggota legislatif sekarang ini, baik di daerah maupun pusat. Para caleg harus menerima kenyataan tidak menyenangkan. Ragam kasus tentang penyimpangan perilaku sejumlah oknum anggota DPRD dan DPR terus terungkap.
Pengungkapan ini menambah bobot pada persepsi buruk publik tentang anggota legislatif. Akibatnya, jutaan poster, bendera dan alat peraga kampanye lainnya lebih sering menerima cibiran. Muncul keluhan di sana-sini, karena penempatan semua alat peraga kampanye yang asal-asalan itu justru lebih terlihat mengotori wajah kota atau lingkungan.
Sinisme publik menjadi tantangan berat bagi para caleg. Mereka harus mengubahnya menjadi simpati publik, dan mendapatkan suara publik sebanyak-banyaknya. Tidak mudah, karena persepsi publik terhadap anggota legislative, telanjur buruk.
Namun, lebih baik terus berusaha daripada tidak sama sekali. Para caleg punya waktu lebih dari cukup untuk melakukan pendekatan kepada konstituen selama periode kampanye dialogis selama kurang lebih tiga minggu, dari Senin (16/3/2009) hingga Minggu (5/4) 2009.
Apakah kampanye terbuka ini bakal berlangsung tertib tanpa ekses? Belum ada jaminan. Tapi, membaca antusiasme publik, ekses kampanye terbuka mestinya bisa dicegah.
Masyarakat tampak muali malas melibatkan diri dalam kegiatan kampanye politik. Artinya, potensi pengerahan massa untuk arak-arakan di jalan sangat kecil. Semua caleg dan parpol hanya bisa mengandalkan simpatisan mereka yang jumlahnya relatif kecil. Para caleg masih bisa menjaga kualitas kampanye.
Ceritanya jadi lain, jika para caleg dan parpol memaksakan diri menghadirkan massa dalam jumlah sebanyak-banyaknya. Misalnya, dengan membayar setiap orang yang bersedia ikut kegiatan rapat terbuka dan arak-arakan. Kalau ini dilakukan, sudah terbentuk potensi ekses dari kampanye terbuka.
Sudah terbukti sejak lama, massa tak peduli esensi kampanye. Massa lebih menikmati kebebasan berperilaku ugal-ugalan di jalan atau bergoyang menikmati musik dangdut di lapangan.
Kita berharap para caleg dan parpol mau menahan diri dalam pengerahan massa. Dengan sistem keterpilihan dalam Pemilu Legislatif 2009, pengerahan massa ke jalan praktis tak punya nilai tambah apa-apa. Daripada merugi membayar massa, lebih produktif jika caleg melakukan kampanye terbatas di ruang-ruang tertutup, berdialog dan menyerap aspirasi konstituen, sambil terus berkoordinasi dengan tim sukses masing-masing.
Kampanye terbatas dari rumah ke rumah, dari ruang publik yang satu ke ruang publik lain. Rapat terbuka atau arak-arakan massa sudah harus ditinggalkan karena memang tidak efektif.
Tak ada yang bisa mencegah keikutsertaan pejabat berkampanye. Presiden, wakil presiden, 10 menteri hingga 67 pejabat di daerah, yakni gubernur, bupati dan wali kota, sah-sah saja melakukannya. Asal, mengambil cuti dan tidak menggunakan sama sekali fasilitas negara. Dalam praktiknya sangat sulit dan siapa yang mengawasi. Banyak aturan yang secara protokoler sudah baku dan itulah yang sering membuat rancu, termasuk aturan mengenai pengawalan atau pengamanan.
Bukan itu sebenarnya yang penting. Sangat disayangkan, jika karena berkampanye kinerja pemerintah pusat dan daerah terganggu. Boleh jadi, secara teknis harus diatur cuti secara bergiliran, termasuk presiden dan wakil presiden. Namun apa bisa? Sebab, ada perangkapan antara pengurus partai politik dengan jabatan di pemerintahan.
Jujur saja, kita mempertanyakan masih perlukah pejabat berkampanye? Bagi partai politik kehadiran pejabat yang punya pengaruh luas serta sangat dikenal publik akan dimanfaatkan. Padahal, hal itu, sebatas symbol, karena kampanye paling efektif bagi pejabat adalah kinerjanya di pemerintahan selama ini. Itulah yang dilihat dan dinilai oleh publik.
Jadi berupa fakta atau data empirik. Bukan janji atau slogan kosong. Kalau dipaksakan meninggalkan tugas malah bisa menimbulkan kesan negatif. Sosok pejabat seharusnya lebih mengedepankan sebagai milik masyarakat luas milik rakyat yang dipoimpinya.
Sudah tak mungkin lagi menolak kehadiran pejabat dalam kampanye karena jadwalnya sudah dipastikan. Kita hanya mengingatkan agar tidak sampai mengganggu kinerja pemerintahan. (Penulis: Drs.Ec.Agung Budi Rustanto, Redaktur Tabloid Suara Rakyat)

SR edisi 64 - LINTAS BLORA & OLAH RAGA

Ingin Baca ......??..? Klik Gambar ....!..!...!



Seleksi Pemain Persikaba
101 Pelamar, 23 Terjaring
BLORA, SR - Gerak cepat dilakukan manajemen Persikaba untuk mengikuti Kompetisi Divisi I tahun ini. Setelah mengadakan seleksi sejak Rabu (18/3) lalu, manajemen segera melakukan negosiasi harga kepada 19 pemain yang direkomendasikan pelatih.
Ke-19 pemain yang direkomendasikan pelatih adalah Tulus Sapmoko (kiper/Cahaya Laut Ngawen), Catur Bintara (kiper/Persikotas Tasikmalaya, Sukisno, Masturi (bek/Tunas Muda Jepon), AR Sujono (bek/eks Persikaba/Subur Jaya Blora), Sukarmanto (bek/eks Persikaba), Friyan Eko Yuwono (bek/eks Persikaba/AC Bola), Andri Mulyono Jati (bek/Cahaya Laut), Nugroho Aji (Persipa Pati).
Untuk posisi gelandang yang direkomendasikan diantaranya Feri Haryadi (PS Bank Sumsel), Heriyanto (Cahaya Laut Ngawen), Ahmad Zaini (PSIS Semarang), Untung Sudrajat (Persik Kendal), Anang Dwita (eks Persikaba), M Budiana (Persipur Purwodadi).
Striker luar Blora mendominasi deretan nama yang direkomendasikan. Arfi Sukmawan (Persekam Kabupaten Malang), Alamsyah (Persiko Kota Baru, Kalimantan Selatan), dan Haryanto (PSSA Asahan, Sumatera Utara). Satu-satunya striker lokal yang masuk adalah Dian ‘Jambul’ Kristanto (PSSM Magelang).
Selain 19 pemain inti, pelatih juga menyodorkan empat nama pemain berbakat untuk magang tahun ini. Mereka terdiri dari Ulin Nuha (gelandang/Subur Jaya), Mustari (striker/Tunas Muda), Abdul Aziz (gelandang/Subur Jaya), dan Erik Ardiles (eks Persikaba).
Terkait masuknya delapan pemain luar Blora, Asisten Manajer Bidang Administrasi, Abdul Muiz menyatakan, hal ini sesuai komitmen manajemen baru yang memprioritaskan pemain lokal. “Kita awalnya mengundang 42 pemain lokal hasil Liga Pengcab PSSI. Hasilnya ada 11 pemain lokal yang masuk,” terangnya.
Selain 42 pemain lokal, seleksi yang berakhir Jumat (27/3) juga diikuti 59 pemain luar Blora. Sebagian besar diantaranya pernah memperkuat Persikaba diantaranya Herifianto, Wasiyanto ‘Gondrong’, Eko Sukariyanto, Isman Hadi, Taufik Permadi, dan Yuli Harmoko.
Aiz menambahkan, belum tentu semua pemain yang direkomendasikan pelatih bakal direkrut semua. Alasannya, jika pemain yang direkomendasikan tawaran harganya terlalu tinggi, maka otomatis manajemen akan melepas pemain tersebut.
Disinggung siapa saja pemain yang sudah mencapai kesepakatan harga, Aiz enggan menjelaskan. “Baru sekitar 40% pemain yang telah mencapai kesepakatan, kita lihat perkembangan selanjutnya,” paparnya kepada SR, Senin (30/3) di Kantor Persikaba, Komplek GOR Mustika Ruko Barat. (Ss)
Iftitah NW
Satpam wanita pertama di Blora
Tidak Malu Berprofesi Satpam
BLORA, SR - Mungkin profesi Satuan Pengamanan atau lebih beken disebut Satpam, bagi seorang wanita adalah suatu hal yang kurang diminati. Lain halnya dengan profesi polwan yang saat ini mulai banyak peminatnya.
Namun tidak demikian halnya cewek bernama Iftitah NW, yang menganggap profesi Satpam bagi dirinya adalah hal penuh tantangan.
“Sejak kecil saya tidak punya pikiran untuk menjadi Satpam, ee…e setelah saya geluti 3 bulan terakhir, ternyata tugasnya penuh tantangandan tanggung jawab yang besar,” katanya.
Cewek yang sebelumnya pernah kerja sebuah gerai seluler di Semarang ini, cukup simpatik ketika diajak bicara.
Bahkan saat SR menanyakan apapun, selalu dijawab dengan jelas dan tegas, tanpa malu-malu. “Mas wartawan apa benar Satpam wanita pertama di Blora aku, kalau benar aku justru bangga. Bukannya justru malu seperti yang mas tanyakan,” tanya Iftitah pada SR.
Cewek kelahiran Purwodadi ini saat di SMA dulu penggemar berat olah raga basket. Berulang kali setiap ada kesempatan atau pertandingan basket di daerahnya selalu diikutinya. Walaupun tidak pernah juara pertama, namun dirinya bangga bisa mewakili sekolahnya pada setiap even olah raga ini.
“Aku bangga bisa menyalurkan hobi basketku, apalagi membawa nama sekolah. Itulah kebahagian dan kebanggaanku,” kenang cewek pemilik tinggi 167 cm ini. Saat ini cewek berzodiak Aries ini hanya berharap, semoga dalam menjalankan tugasnya tidak mendapat rintangan yang berat baginya. (Roes)
Bidik Atlit Sejak Dini
BLORA, SR - Untuk mempersiapkan lebih dini jelang Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Pencak Silat yang akan diselenggarakan pertengahan tahun ini, Perguruan Tapak Suci (TS) adakan penjaringan atlit lebih awal. Sekitar 200 pesilat putra putri, perwakilan dari masing-masing kecamatan di Blora mengikuti kejuaraan Tapak Suci ke IX ini.
Kejuaran itu sendiri sebagi penjaringan atlet guna memilih wakilnya yang akan dikirim ke tingkat propinsi. Hal itu diungkapkan ketua panitia Supriyanto saat ditemui SR di sela-sela pertandingan, Minggu (15/3) lalu.
“Ke 200 pesilat tersebut pilihan dari masing-masing kecamatan. Kecuali Kunduran yang tidak mengirimkan atletnya,” kata Supriyanto.
Kejuaraan tingkat kabupaten itu sendiri terbagi dalam 36 kelas pertandingan, baik seni maupun laga. Tingkat pra remaja (SD & SMP) juara umum diraih wilayah perguruan silat TS Kecamatan Randublatung yang diwakili dari gabungan SD dan SMP di wilayah itu.
Sedang tingkat remaja diraih cabang TS SMK Muhammadiyah Blora setelah sebelumnya bersaing ketat dengan cabang TS SMA 2 Blora. Sementara untuk penguasaan tehnik Seni Silat putra juara pertama diraih siswa SD Kedung Jenar 1 Blora atas nama Mughnii Septindra Kharisma, setelah menyisihkan 52 pesilat lainya.
Pertandingan ini menurut Dewan Pelatih TS Kabupaten Blora Sumarno, adalah sebagai langkah awal mempertahankan beberapa predikat juara ditingkat propinsi. “Ini merupakan langkah awal persiapan kami, untuk mempertahankan juara propinsi yang tahun lalu diraih beberapa pesilat,” ungkapnya. (Roes)
Mr X tidak bersunat
CEPU, SR - Seorang laki-laki tanpa identitas ditemukan membujur kaku di depan Taman Makam Pahlawan Nglajo, Cepu, Jumat (20/3) pukul 15.30 WIB. Menurut Sutrisno (55) juru kunci makam Girilayu Nglajo, laki laki (Mr X) itu sudah berada disekitar TKP selama empat bulan sebelum akhirnya meninggal dunia.
Mr X yang diperkirakan berumur 70 tahun dengan tinggi badan 167 cm dan berat sekitar 45 kg ini ditemukan dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, Tubuhnya sangat kurus, hanya tinggal tulang berbalut kulit, rambut dan jenggotnya putih dan semasa hidup hanya bisa ngesot bila berjalan.
Kapolsek Cepu, AKP Yaban, SE bersama anggotanya langsung memberikan tindakan yang diperlukan untuk menangani penemuan mayat tanpa identitas ini. Lurah Cepu, Martono, S.Sos dibantu warga sekitar turun langsung merawat mayat hingga memakamkannya di TPU Nglajo Cepu.
“Biaya pemakaman mayat ini ditanggung warga sekitar yakni RT 4/RW VIII Cepu,” kata Martono diamini H.On Sugiyono Ketua RT setempat. “Kami membiayai secara swadaya, dan spontanitas warga sekitar memberikan sumbangannya,” ujar On kepada SR.
Menurut salah seorang petugas, Suyatno (50) sebenarnya mayat itu sepuluh hari sebelumnya ditemukan sudah mati. “Waktu itu Mr X sudah mati tetapi saat kami mengangkatnya dia hidup lagi, mungkin ketika itu mati suri,” katanya.
Selain mayat itu, di TKP ditemukan dua buah bantal, selimut putih bergaris hitam, warung warna merah putih, 3 botol aqua tanggung dan dua buah kaos warna putih. Selain itu ternyata mayat itu dalam keadaan tidak bersunat. (Agt)

SR edisi 64 - LINTAS JATENG



ISTRI SELINGKUH, SUGIMIN LAPOR POLISI

REMBANG, SR - Pergunjingan merebak di Desa Timbarang RT 06 RW I Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang. Pergunjingan karena perselingkuhan/zina terhadap istri Sugimin bin Selamet bernama Maryanik (24) binti Sutamsir dengan Sukeri (24) bin Suraji berlangsung sebanyak 5 kali di tempat rumah orang tua kandung Mariyanik.
Dari sumber berita yang dihimpun SR di lapangan, peristiwa terjadi saat Sugimin kerja di ladang untuk mencukupi kebutuhan keluarga sampai menginap 2 hingga 3 hari. Karena Mariyanik sendirian di rumah dengan buah hatinya satu-satunya berumur 8 tahun dengan suasana sepi sering didatangi pemuda.
Salah satunya adalah pemuda yang masih bujangan saling jatuh cinta menjalin asmara. Akhirnya hubungan intim mereka berlanjut yaitu Sukeri dengan Mariyanik. Adanya hubungan intim, Sugimin curiga melihat gelagat istrinya aneh tidak seperti biasanya kalau disapa, ditegur, diajak bicara masalah keluarga tidak ada respon sama sekali.
Suatu saat Sugimin datang ke rumah mertuanya karena istri tidak pulang ke rumah, spontan istrinya kepergok bercumbu kasih melakukan hubungan layaknya suami istri dengan Sukeri.
Selanjutnya kasus tersebut diselesaikan di desa. Karena tidak mendapatkan hasil, akhirnya dilanjutkan dengan jalur hukum ke Polsek Gunem. Sugimin menerangkan laporan bahwa Jum’at (13/3) pukul 07.30 WIB telah melakukan zina/selingkuh dengan tetangga warga desa setempat, surat laporan polisi No. Pol LP/04/III/2009 GNM. Cap stempel ditandatangani Brigadir Liestyo Purnomo NRP. 60020318 Pelapor Sugimin bin Selamet.
Dengan adanya kejadian tersebut, Sugimin menemui SR di Balai Wartawan menyampaikan tuntutannya yaitu tetap proses hukum berjalan, meskipun istrinya Mariyanik mengajukan cerai.
Di masyarakat luar anehnya ada suara sumbang bahwa pihak ketiga ada yang menggunakan kesempatan cari-cari ceperan dengan langkanya. Sugimin pernah didatangi tokoh masyarakat yaitu Ketua BPD Shakir menyuruh mencabut hasil laporan polisi dengan dimintai yang sebesar Rp. 2.500.000, akan tetapi pelapor bersikukuh tidak mau mencabutnya.
Lebih lanjut istri pelapor, Mariyanik saat dikonfirmasi SR di kediaman orang tuanya sempat menyampaikan beberapa komentar sebenarnya saya sudah tidak senang dengan Sugiman dengan alasanya pernah disuruh jadi PSK (Pekerja Seks Komersial).
“Apalagi suami saya sering gak pernah kerja (cari nafkah) untuk keluarga, akhirnya akrab dengan Sukeri langsung senang dan mencintai sampai sekarang ini” jelasnya. “Saya sudah menempuh jalan baik ngomong terus terang dengan Sugimin minta cerai, dia tidak mau, alasannya tidak jelas,” ungkapnya.
Dia mengakui melakukan hubungan seperti suami istri di tempat rumah orang tua kandung sendiri sampai 5 kali sudah. ”Sukeri sayang dan cinta sama saya dan siap untuk menikahi saya” jelasnya.
Ditegaskan lagi Maryanik sebenarnya sudah tidak kuat lagi hidup berkeluarga dengan Sugimin, alasannya suami tidak mau cari nafkah seperti orang lain umumnya dan jarang dikasih nafkah. Dan saya akui bersalah melakukan perbuatan tidak baik ini karena masih merasa suami istri, apalagi belum cerai,” jelasnya.
Orang tua kandung Maryanik, Sutamsir menyatakan kasus perzinaan 5 kali baru terjadi ramai seperti ini dia tidak tahu persis. “Awalnya saya habis main, terus pulang rumah akan tidur, kaget ada Sugimin datang kesini masuk kamar. Kedengarannya ramai ada duel perang mulut sama Mariyanik yang baru saja melakukan hubungan intim dengan Sukeri, terangnya.
Keinginannya, Sukeri menikahi Maryanik dan Mariyanik bercerai dengan Sugimin. Ketika dimintai tanggungjawab, Sukeri sanggup dan siap menikahi Mariyanik. Saat ini sudah diproses oleh kades. Sugimin siap dicerai, namun dia minta uang Rp. 10.000.000,- kepada Sukeri. (Art)

SR edisi 64 - ADVETORIAL

SR edisi 64 - ADVETORIAL





Senin, 16 Maret 2009

SR edisi 63 - F O K U S




Fokus

Dampak Molornya APBD

Roda Perekonomian Blora Sebagian Besar Lumpuh

Blora, Suara Rakyat.-

Riak-riak kecil pemerintahan Yudhi Sancoyo mulai tampak. Tidak seperti dua tahun sebelumnya, juga era pemerintahan Yudhi belum nampak ada goncangan. Terlihat dua kali penetapan APBD mengalami tren kenaikan, dalam arti penetapannya lebih cepat dari tahun sebelumnya.

Namun tahun 2009 sekarang, sampai dengan awal Maret ini belum tampak ada Pembahasan KUA ataupun PPAS yang telah diajukan eksekutif ke DPRD tanggal 20 November lalu.

Hal itu diungkapkan direktur BCC Blora, Amin Faried disekretariatnya komplek pertokoan GOR Mustika Blora Sabtu (14/3) lalu.

Menurut aktifis berambut gondrong ini, APBD sesuai perundangan-undangan harus sudah ditetapkan awal tahun, namun sampai saat ini belum jelas penetapannya.

Berdasarkan pengamatan Amin keterlambatan banyak faktor, diantaranya dikalangan lembaga legislatif sendiri. “Salah satu penyebab molornya pembahasan APBD yakni status siapa yang berhak memimpin DPRD. Dan yang terpenting wakil rakyat bekerjalah untuk rakyat, hitung berapa pekerja bangunan yang mengharapkan proyek APBD segera berjalan agar dapur mereka segera mengepul,” ungkap Amin.

Lebih lanjut Amin juga mengatakan anggaran APBD merupakan tulang punggung perekonomian di Blora. Lain hal nya di kabupaten yang ada industrinya seperti di Kudus misalnya, bisa dikatakan salah satu penggerak ekonominya ditompang dari industri rokoknya.

“Bisa dikata jumlah buruh pabrik rokok di kudus kemungkinan besar sama dengan para pekerja proyek yang dibiayai APBD,” jelasnya.

Disisi lain orang no 1 di BCC ini mengasumsikan, secara matematika berkisar 20 persen dana APBD yang dialokasikan pembangunan ke masyarakat. Akan tetapi dana tersebut sangatlah penting untuk menggerakan perekonomian di Blora.

“Ibarat mobil petani dan pekerja hutan adalah roda depan sedang buruh proyek roda belakangnya. Bila roda belakangnya macet pastilah mobil tersebut macet,” tambah Amin.

Sementara Mantan wakil ketua DPRD Blora Haryono SD justru menekankan pentingnya APBD untuk sebuah pemerintahan. Untuk itu dirinya menghimbau baik eksekutif maupun legislatif agar sesegera mungkin menetapkan APBD 2009 tersebut.

“Termasuk didalamnya gaji PNS juga termuat di APBD, yang hitunganya hampir separo dari anggaran di APBD itu sendiri. Namun keistemewaan gaji PNS adalah wajib dibayarkan disetiap bulannya, walau APBD belum ditetapkan,” kata Haryono.

Disamping alokasi itu, dituntut juga 20 persen untuk alokasi anggaran pendidikan. Belum lagi berapa persen untuk biaya administrasi pemerintahan misalnya pembelian alat tulis Kantor.

“Sehingga biaya yang dialokasikan untuk rakyat seperti pembangunan gedung sekolah, jalan, saluran irigasi dan lainlain, dalam kisaran angka 20 persenan,” jelas Haryono caleg DPRD Propinsi dapil III no 4 ini.

Tambah Haryono, kisaran angka 20 persen inilah yang merupakan dana yang sebagian besar, diserap untuk gaji tenaga kerja pada proyek dari APBD itu.(Roes)


Fokus Samping

Firman Subagyo

Ketua DPP Partai Golkar

Lepas Baju Partai, Bekerja Untuk Rakyat

Blora, Suara Rakyat.-

Cukup sederhana apa yang diungkapkan Fungsional Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Firmam Subagyo, bahwa APBD adalah kebijaksanaan anggaran pemerintahan yang sebagian besar diperuntukan untuk kesehjahteraan rakyat.

“Namanya saja wakil rakyat, harusnya mereka bekerja untuk kepentingan rakyat. Kerbijaksanaan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan rakyat diutamakan terlebih dahulu demi kesejahteraan masyarakatnya,” kata Firman.

Terkait permasalahan di DPRD Blora yang beberapa kali gagal memenuhi korum dalam sidang apapun di DPRD Blora, Firman menyarankan menempuh jalam musyawarah terlebih dulu.

“Apapun permasalahan semuanya dapat diselesaikan dengan duduk satu meja. Lepas baju partai, karena mereka sudah wakil rakyat. Bekerja untuk kepentingan dan demi kesejahteraan mayarakatnya,” jelas Caleg no 1 DPR Pusat Dapil 3 Partai Golkar ini.

Disisi lain Firman menggarisbawahi kesepahaman antara eksekutif dan legislatif sangat penting dalam menjaga kondusifnya sebuah pemerintahan.

‘Kebijaksanaan Pemerintah Daerah bisa jalan baik, bila semua unsur muspida saling bekerjasama,” ungkapnya Senin (9/3)..

Firman Subagya juga berharap kebijaksanaan Pemkab Blora hendaknya mengutamakan program pembangunan ekonomi kerakyatan, yang bertumpu pada kesejahteraan masyarakat.

“Bila rancangan program pemkab dalam membangun perekonomian rakyatnya berhasil, niscaya dapat menghasilkan rangsangan yang positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi di Blora,” tandasnya. (Roes)

SUNYOTO

Ketua PRt PDIP Kamolan

Korbannya Rakyat Juga

Blora, Suara Rakyat.-

Molornya APBD Blora tahun 2009 membuat keresahan masyarakat Blora, nampaknya kurang mendapat perhatian para pemimpin Blora ini. Lebih-lebih dikalangan legislatif yang notabene wakil rakyat justru kurang mendapat perhatian mereka.

Hal ini diungkapkan ketua Pengurus Ranting PDIP Kamolan Sunyoto saat dimintai komentarnya seputar dampak APBD dan perekonomian rakyat Kamis (12/4) lalu.

Menurutnya mata pencaharian masyarakat Blora sebagian besar diantaranya adalah pekerja proyek. Sedang proyek yang ada di Blora sebagian besar adalah proyek pemerintah, dalam hal ini proyek fisik dari APBD.

“Logika yang saya tahu 20 persen rakyat Blora adalah para kuli proyek, sedang proyek fisik di Blora boleh dikatakan 80 persen ditompang dari dana APBD. Itu yang menjadi persoalan, lain dengan tetangga kita Kudus perekonomian rakyat tidak tergantung APBD sepenuhnya,” kata Sunyoto.

Hitung-hitungan prosentase pekerjaan rakyat Blora lanjut Sunyoto, 25 persen Petani dan pekerja hutan, 15 persen PNS dan pegawai BUMN, 10 persen buruh pabrik dan toko dan 20 persen pekerja proyek bangunan dari APBD. Sedang prosentase sisanya adalah pedagang, pekerja lepas dan penggangguran.

“Coba anda lihat para kontraktor di Blora, yang harus memikirkan kehidupan karyawannya bila tidak ada proyek,” ungkapnya.

Artinya para pekerja (Kuli Bangunan) yang terpaksa hutang dulu untuk menyambung hidup keluarganya. Dengan janji akan membayar setelah proyek fisik APBD berjalan.

“Kalau APBD tidak cepat ditetapkan, berapa bulan mereka harus hutang itu. Kenyataan inilah yang tidak bisa dipungkiri, mengapa pendapatan perkapita (terkait tingkat kemiskinan-red) rakyat Blora posisi paling buncit di Jateng ,” tandas Sunyoto.(Roes)

SR Edisi 63 - SEPUTAR BLORA


    Apabila hari-hari ini kita melihat tayangan TV, iklan di surat kabar, bahkan poster-poster dan baliho-baliho yang dipasang di pinggir jalan, selain wajah para calon anggota legislatif (Caleg), permohonan doa restu dan dukungan, juga terlihat janji-janji yang mereka tawarkan.Ada yang menawarkan perubahan (yang tidak jelas mau berubah jadi apa), ada yang menjanjikan Sembako murah, ada yang memberi iming-iming kesempatan kerja. Banyak yang berjanji memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya, bahkan ada juga yang berjanji mengembalikan gajinya kepada rakyat.Untuk lebih meyakinkan, banyak Caleg dan Parpol yang membuat kontrak politik. Namanya juga janji, semuanya terlihat ideal dan menyejukkan. Namun, ketika sampai pada tataran pelaksanaan, banyak janji tinggal janji, tak sedikit janji diingkari, yang pada akhirnya bermuara pada kekecewaan masyarakat yang telah memilih Caleg tersebut.Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat yang kecewa, paling-paling hanya menghujat dan mengutuk. Belum ada anggota legislatif yang dimakzulkan karena mengingkari janji dan kontrak politik.Itulah janji politik dan karena belum ada penyelesaian yang adil, masyarakat mencoba menyelesaikannya “secara politik” pula. Misalnya demo ke gedung Dewan, melakukan tindakan anarkistis dan merusak bangunan serta fasilitas. Padahal, mereka mestinya menyadari bahwa Indonesia adalah negara hukum. Pertanyaan mendasar yang layak dilontarkan di sini adalah mengapa mereka tidak pakai jalur hukum terhadap pengingkaran janji-janji dan kontrak politik tersebut?Ranah politik tentunya berbeda dengan ranah hukum. Namun sebagai konsekuensi Indonesia sebagai negara hukum, semua perbuatan haruslah berdasarkan hukum yang berlaku. UU Pemilu tidak mengatur sanksi terhadap anggota legislatif yang mengingkari janji dan kontrak politik pada saat kampanye.Namun hal ini tidak otomatis membebaskannya dari pertanggungjawaban hukum. Sebuah gagasan untuk menyelesaikan masalah ingkar janji melalui jalur perdata kiranya layak untuk dipertimbangkan, meskipun gagasan seperti ini mendapat tentangan dari berbagai pihak.Yang menentang, berpendapat bahwa kontrak politik bukan merupakan kontrak dalam lapangan hukum harta kekayaan. Mereka berpendapat bahwa kontrak politik itu merupakan perikatan wajar atau perikatan alamiah, yang tidak mempunyai kekuatan hukum. Kekuatannya hanya berdasarkan pada moral dan sopan santun.Pendapat tersebut tentunya akan ditolak oleh mereka yang mengamini bahwa pengingkaran terhadap janji-janji dan kontrak politik tersebut dapat diselesaikan secara perdata. Hal ini didasarkan pada argumen adanya prinsip hukum umum yang mendasari kontrak, yaitu adanya asas pacta sun servanda, yang maknanya adalah janji merupakan bagian dari kehormatan bagi para pembuatnya dan mengikat.Dalam hukum kontrak terdapat prinsip bahwa kontrak yang dibuat secara sah akan berlaku sebagai UU bagi para pihak yang membuatnya. Di samping itu, agar kontrak dapat masuk ke dalam lapangan hukum harta kekayaan, disyaratkan objeknya harus dapat dinilai dengan uang, dan syarat ini dapat dipenuhi pada kontrak-kontrak politik. Hal ini dikarenakan jabatan legislatif memberikan penghasilan dan fasilitas-fasilitas yang tentunya dapat dinilai dengan uang.Sebagaimana dikemukakan Thomas J Micheli dalam The Economic Approach to Law (2004), kedudukan hukum, fakta hukum dan peristiwa hukum dapat dinilai secara ekonomis.Dasar hukum yang lain yang perlu dikemukakan di sini adalah bahwa dalam hukum kontrak ada asas kebebasan berkontrak. Para pihak dapat membuat kontrak baik yang sudah diatur dalam UU maupun yang belum diatur oleh UU, sepanjang kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1338 KUH Perdata).Jadi menurut penulis, Caleg membuat kontrak politik dengan calon pemilihnya boleh-boleh saja. Sebuah kontrak yang baik salah satu kriterianya adalah apabila kontrak tersebut mampu mengantisipasi permasalahan yang akan timbul kelak di kemudian hari pada saat kontrak dilaksanakan.Ada beberapa bagian dari kontrak politik yang cukup krusial yang harus diperhatikan para pihak, dalam hal ini adalah Caleg dan para calon pemilihnya.Pertama, menyangkut para pihak yang mengikatkan diri. Pihak pertama tentunya Caleg. Di sini tidak ada persoalan sepanjang Caleg tersebut sepakat. Persoalannya justru ada pada pihak kedua yang mewakili calon pemilih. Pihak kedua ini harus jelas legal standing-nya. Dia mewakili siapa dan atas dasar apa. Apabila legal standing-nya tidak kuat, pihak kedua tidak dapat beracara. Maka, perlu terlebih dulu disiapkan dokumen bahwa pihak kedua tersebut telah memperoleh kuasa dari sebagian masyarakat yang akan mengikat kontrak politik dengan Caleg.Kedua, menyangkut persoalan prestasi. Prestasi ini adalah sesuatu yang dijanjikan oleh Caleg dan disetujui oleh calon pemilihnya. Hukum perdata mengatur, prestasi kontraktual menyangkut persoalan memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Prestasi tersebut harus masuk akal, dapat dilaksanakan, merupakan sesuatu yang sudah ditentukan atau dapat ditentukan, halal (tidak bertentangan dengan UU, ketertiban dan kesusilaan) serta bermanfaat bagi para pihak yang membuat kontrak.Dengan demikian, diperlukan kejelian calon pemilih untuk menilai apakah janji-janji dan kontrak politik yang ditawarkan oleh Caleg tersebut rasional. Artinya, Caleg tersebut mampu memberikan, melakukan, atau mampu juga untuk tidak melakukan prestasi yang dijanjikannya.Apabila ternyata Caleg tersebut terpilih dan memenuhi janji-janji dalam kontrak politiknya, tidak ada masalah. Permasalahan akan muncul apabila setelah terpilih, Caleg tersebut tidak melaksanakan janjinya. Secara perdata, pihak kedua dapat mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti kerugian berdasarkan alasan bahwa pihak pertama melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.Dalam pasal itu, diatur bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah (menimbulkan kerugian tersebut) mengganti kerugian. Gugatan ganti kerugian ini dapat dilaksanakan setelah pihak pertama dinyatakan wanprestasi.Persoalan lain yang akan muncul adalah apakah hakim akan menerima gugatan tersebut, mengingat UU Pemilu tidak mengatur hal ini. Inilah alasan yang akan dipakai oleh pihak yang digugat. Di sini, hakim tidak akan menolak permohonan gugatan tersebut mengingat prinsip bahwa hakim tidak boleh menolak mengadili dengan alasan belum ada hukumnya. Di samping itu, hakim juga diwajibkan menggali nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat.Apabila gagasan menggugat politisi ingkar janji dapat diterima, implikasinya adalah Caleg akan lebih hati-hati dan tidak mengumbar janji-janji yang menjerumuskan calon pemilih. Di samping itu, setelah terpilih, para Caleg tersebut tidak akan seenaknya mengingkari janji dan kontrak politik pada saat kampanye. (Penulis :Drs Ec. Agung Budi Rustanto – Redaktur Tabloid Suara Rakyat)Pendidikan dan Agama
Lambungkan Senam Artistik Blora di Propinsi
Blora, Suara Rakyat.-
 Prestasi para pelajar Blora mulai terlihat lagi diperhitungkan ditingkat propinsi. Seperti yang baru-baru ini dalam lomba senam artistik pelajar se jateng, mendapatkan prestasi yang cukup bagus.
 Lomba yang diadakan Semarang diikuti tak kurang dari 500 pelajar SMP seluruh perwakilan kabupaten yang ada di Jateng ini.
 Menurut kepala sekolah SMPN 1 Tunjungan Januani, sekolahnya mengirim 2 peserta dalam kejuaraan ini. “Kedua pelajar yang kami kirimkan adalah juara pertama dan kedua Popda kabupaten Blora atas nama Joko Susilo dan Wahyu Sulistiono,” kata Januani.
 Dari hasil 2 siswanya yang dikirim untuk mewakili Blora ketingkat propinsi ini, ternyata Joko Susilo meraih juara ketiga. Selanjutnya dia berhak mengikuti seleksi lagi bersama jura pertama dan kedua untuk dipilih wakil jateng ketingkat nasional.
“Namun sayang pada seleksi tersebut Joko tidak lolos ke tingkat nasional, tapi kami bangga dia sudah membawa nama harum Blora ditingkat propinsi, walau kami dari sekolah pinggiran Blora,” ungkap Januani.

  Selanjutnya Kasek Wanita SMP yang mempunyai Visi unggul dalam mutu, berwawasan lingkungan dan berakhlak mulia ini, menggarisbawahi beberapa prestasi telah diraih para siswanya dalam beberapa bulan lalu.
Seperti Juara ketiga pencak silat pelajar kabupaten Blora yang diraih siswi bernama Sunarti, Juara ketiga Bulutangkis pelajar se blora atasnama M. Bima Prakoso dan Juara pertama lempar cakram kabupaten Blora diraih Daryanto.
 Ketika ditanya mengapa prestasi siswa SMPN 1 Tunjungan hanya sebatas keolah-ragaan, Januani memberi alasan SDM siswa terbatas.
“Anda tahu sendiri, para lulusan siswa SD yang pandai di kecamatan Tunjungan, lebih suka memilih sekolah dikota. Disamping itu juga tingkat kehidupan masyarakat sini sebagian besar petani, sehingga kadang siswa harus membantu orang tuanya disawah. Inilah yang menyita waktu belajarnya,” jelasnya.
 Untuk itulah Januani sudah memberi saran pada para siswanya, jangan malu minta pada gurunya bila menginginkan tambahan jam pelajaran diluar jam sekolah.
“Kalau anak-anak menginginkan les sore disekolah, kami silakan dan tikan akan kami pungut biaya,” tandas Januani.(Roes)







Kamis, 05 Maret 2009

SR edisi 62 - FOKUS & POLITIK HUKUM

Klik pada gambar yang ingin dibaca


Fokus
Dampak molornya APBD 2009
Sertifikat dan BPKB Masuk Bank
Blora, Suara Rakyat.-

Anggaran adalah alat akuntanbilitas, menejemen dan kebijaksanaan ekonomi. Sebagai intrumen kebijaksanaan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi disuatu daerah. Maka hendaknya anggaran dalam hal ini APBD segera ditetapkan bersamaan tahun anggaran baru mulai berjalan.
“Apalagi yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, seperti pembangunan jalan, saluran irigasi, pembangungan sekolah harusnya segeralah APBD Blora tahun 2009 ditetapkan,” kata Amin Faried.
Menurut direktur BCC ini, dia melihat PPAS dan KUA yang telah diserahkan ke DPRD 20 Nopember 2008 lalu sampai saat ini belum jelas kapan pembahasanya.
Terlepas siapa yang seharusnya memimpin DPRD Blora sekarang, hendaknya mereka para petinggi di dewan menyadari pentingnya sebuah APBD. “Kalau memang sudah dilarang UU ya legowo-lah, agar nantinya Bupati tidak terlibat masalah dalam penetapan APND,” tandas Amin.
Bahkan Amin mensinyalemen para pimpinan dewan pura-pura tidak tahu kesulitan apa yang dialami Kepala SKPD tanpa anggara.
Dari konfirmasi langsung ke beberapa kepala SKPD memang mereka mengakui terpaksa mengutang untuk menjalankan aktifitasnya. Seperti Kepala Badan lingkungan hidup Blora, H Umartono ketika ditemui di ruang dinasnya, mengatakan dirinya sampai saat ini telah hutang sebesar Rp.25 juta.
“Karena SKPD kami baru, terus terang kami telah hutang sebesar Rp. 25 juta lebih untuk keperluan kantor, termasuk gorden dan kipas angin yang ada diruang ini,” katanya Selasa (3/30).
Hal senada juga dikatakan Kepala Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan, Slamet Pamudji beberapa waktu lalu.
Menurut Slamet Pamudji untuk melaksanakan SKPD nya, yang banyak berhubungan dengan pelayanan masyarakat, dirinya mengaku menggunakan beberapa jalan untuk menjalankan aktifitas kantornya.
“Pokoknya adalah kami memenuhi anggaran dari jalan yang resmi, dan ayang penting kami tidak membebani masyarakat yang mengurus akte di SKPD kami,” jelas Mumuk panggilan akrab Kadin Catpilduk ini.
Lain lagi dengan Kadin Pertambangan dan Energi, Adi Purwanto yang juga mengatakan SKPDnya sama dengan SKPD lain yang juga mencari pinjaman pihak ketiga untuk melakukan aktifitasnya. “Memang anggaran seperduabelas belum cair, ya kami mencari sumber pembiayaan lain untuk melakukan aktifitas. Apalagi SKPD kami baru,” jelas Adi.
Sementara itu ketua DPRD Blora Warsit saat sidsang paripurna khusus Pergantian Antar Waktu anggota dewan dari PKB minggu lalu, mengatakan segera menyetujui pencairan dana seperduabelas untuk tiap SKPD.
“Rekan-rekan anggota dewan dan Panggar eksekutif, saya harap setelah paripurna ini membahas pencairan seperduabelas anggaran pada semua SKPD,” kata Warsit waktu itu.
Namun dari data yang didapat SR sampai saat berita ini ditulis Selasa (3/3) semua SKPD belum menerima anggaran seperduabelas tersebut.Kapala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Blora, I Komang Gede Irawadi sampai saat ini masih dalam proses. “Sudah naik ke Gubenur, tinggal nunggu persetujuan,” ungkapnya. (Roes
)


Fokus samping
Molornya APBD Bukan karena SOTK
Blora, Suara Rakyat,-
Dana Alokasi Umum (DAU) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora, akan mengalami kenaikan sebesar Rp 9 Miliar. pada 2009 nanti menjadi Rp 487 miliar. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas dan Pengelolaan Aset Daerah Blora, I Komang Gede Irawadi
”Asumsinya ada kenaikan sembilan milyar dari tahun lalu, hal itu terkait adanya rekruitmen CPNS dan sekdes yang diangkat menjadi PNS, jadi lambatnya penetapan APBD bukan kareana Perubahan SOTK,” katanya.
Ketka ditanya sampai sejauh mana APBD 2009 hingga saat ini sedang dalam proses oleh DPRD Blora.
”Tanggal 20 Nopember 2008 lalu atau sehari setelah penetapan Perda SOTK kami telah mengajukan PPAS atau KUA ke dewan, kami tinggal nunggu kesediaan dewan kapan pembahasanbya,” ungkap Komang.
Terkait dengan adanya penambahan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) yang baru. Beban anggaran TA 2009 otomatis akan meningkat cukup seignifikan sudah diperhitungkaan sudah diperhitungkan oleh tim anggaran eksekutif.”Adanya penambahan SKPD maka akan ada kenaikan Rp 2,7 Miliar tiap bulannya untuk membayar gaji dan tunjangan jabatan sudah kami masukan dalam KUA tersebut, jadi terlambatnya penetapan APBD Bukan karena SOTK yang Baru,” tegas Komang (Roes)



SR Edisi 62 -KULANUWON




Kontrak Politik dan Jerat Hukum Caleg Terpilih
KONTRAK politik merupakan sebuah pernyataan normatif yang dimanifestasikan sebagai komitmen dari seorang politisi dalam menjalankan tugas dan kewajiban berpolitiknya. Kontrak politik tidak sepenuhnya identik dengan janji kesetiaan,kepatuhan dan ketaatan. Berbeda dengan sumpah jabatan.Idealnya, klausul kontrak politik adalah klausul antara sumpah jabatan dan janji kesetiaan.
Bentuk klausul kontrak politik sangat subjektif dan variatif. Seorang presiden misalnya, berhak membuat dan menentukan klausul kontrak politik buat para pembantunya (menteri) dalam kabinetnya. Butiran-butiran klausulnya merupakan hak prerogratif presiden. Kontrak politik bertujuan agar seorang pejabat yang menjalankan roda pemerintahannya, tetap tunduk dan patuh pada undang-undang hukum yang berlaku. Ia berjalan seiring norma yang digariskan, tak melanggar rambu yang ditentukan, tidak menyalahi kode etik yang ditetapkan.
Persoalannya, bila presiden membuatkan kontrak politik untuk menteri di kabinetnya, siapakah yang berhak dan seharusnya membuatkan kontrak politik bagi anggota DPR dan DPRD? Siapapun yang merumuskan butiran-butiran klausul kontrak politik bagi anggota legislatif, sebaiknya dari pakar yang kompeten dalam bidang hukum agama dan pidana. Masing-masing dari anggota legislatif membubuhkan, di atas materai, tanda-tangan di dalam kontrak politik yang telah disetujuinya.
Disamping itu juga harus disahkan (dikuatkan) oleh Mahkamah Agung (MA), Jaksa Agung (Jakgung) serta Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Menkeh HAM).Ketiga lembaga tinggi negara (MA, Jakgung dan Menkeh HAM).
Ini berfungsi sebagai pihak yang menjustifikasi efektivitas kontrak politik tersebut, sebagai undang-undang hukum pidana bagi anggota DPR dan DPRD, yang melakukan tindak pidana, semisal korupsi, kolusi dan tindak pidana lainnya.
Berarti, kontrak politik ini materinya berisi undang-undang hukum tersendiri yang dirumuskan oleh pihak-pihak yang jujur, adil dan memiliki integritas keilmuan yang sangat memadai serta mumpuni.
Pesta demokrasi rakyat berupa Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Calon Legislatif (Caleg) 2009-2014, gemanya sudah sangat kencang. Baliho-baliho caleg dari setiap partai politik (parpol) telah menjadi sinyal intensitas dimulainya pesta rakyat yang penuh ingar bingar ini.Para caleg yang berduit, baliho-balihonya menghiasi di setiap perempatan atau pertigaan jalan, baik di tengah kota maupun di desa, sesuai daerah pemilihan (dapil) caleg yang bersangkutan.
Tak sedikit dari caleg itu yang sudah mengucurkan dana untuk ‘mengolusi’ tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh.Seorang caleg yang berkantong tebal, tidak mustahil menyediakan dana miliaran rupiah untuk menggapai ambisinya menjadi anggota DPR, DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten.Apalagi, sistem pemilihan caleg yang berdasarkan nomor urut sudah dihapuskan.
Terbuka peluang sama, memberikan motivasi tersendiri bagi caleg yang bersangkutan. Tensi persaingan antarcaleg yang terkesan ‘arogan’ ini, telah menimbulkan asumsi-asumsi miring, seputar kemungkinan akan meningkatnya tindak korupsi dan kolusi.
Logikanya, bila seorang anggota legislatif telah mengeluarkan dana miliaran rupiah dalam pencalonannya, maka ketika ia terpilih, akan terbersit dalam pikirannya, bagaimana secepatnya mengembalikan dana yang telah dihabiskannya dalam masa kampanye. Bertindak korupsi atau kolusi adalah salah satu solusi cepat dan tepat untuk mengembalikan dana itu.Mengantisipasi tindak korupsi dan kolusi, yang mungkin saja akan dilakukan anggota DPR dan DPRD, sebaiknya materi (klausul) kontrak politik berisi undang-undang hukum yang tertulis dan disahkan.
Di Negeri Malaysia, undang-undang hukum pidana semisal hukuman cambuk sudah sering diberlakukan.disana, juga menerapkan hukuman Mati dengan cara digantung. Apalagi Arab Saudi, sudah sering kali menghukum koruptor (pencuri) dengan cara dipotong tangannya. Bahkan, China pernah menembak mati koruptor yang menilep uang rakyat.
Di Indonesia, materi kontrak politik yang telah digubah menjadi undang-undang hukum pidana, yang pantas bagi segenap anggota legislatif, bisa jadi meniru negara lain meski dengan sedikit perubahan. Misalnya, korupsi/kolusi senilai Rp 1 s/d Rp 5 juta, akan dicambuk 25 kali dan penjara 5 tahun. Atau, boleh jadi, korupsi/kolusi Rp 100 juta s/d Rp 1 miliar, tangannya dipotong serta penjara 15 tahun. Atau, korupsi/kolusi Rp 500 miliar ke atas, dilakukan hukuman mati.Klausul kontrak politik ini bertujuan membuat jera anggota dewan yang telah dipercaya rakyatnya.
Item-item klausul semestinya memberikan kesan keras dan mendidik. Apapun yang dilakukan oleh anggota legislatif, baik dari ucapan, tindak tanduk dan perbuatannya tercurah untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memperkaya diri sendiri.Ironis, jika uang rakyat ratusan miliar rupiah yang ditilep beberapa oknum anggota legislatif, pelakunya hanya divonis penjara 6, 7 atau mungkin hanya 2 tahun.
Belum lagi kalau yang bersangkutan mendapatkan remisi dari pemerintah. Bisa-bisa mendekamnya di penjara hanya 1 tahun saja, bahkan kurang dari itu.Anggota DPR dan DPRD adalah panutan dan teladan. Jadi, berjuang dengan banyak berbuat baik demi menyejahterakan rakyat, bukan berbicara banyak demi menutupi aibnya dan membohongi rakyat.Bila boleh meminjam istilah Sekda Blora Bambang Sulistya saat membuka Reorganisasi Persikaba adalah kalimat Sepi ing pamrih, rame ing gawe (sedikit berbicara, banyak bekerja) sepatutnya dimanifestasikan dalam kehidupan berpolitik para wakil rakyat yang terhormat, khususnya di Blora tercinta. (Penulis Drs Ec. Agung Budi Rustanto, Redaktur Tabloid Suara Rakyat)