tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Sabtu, 28 Februari 2009

SR Edisi 61 - F O K U S

Polenik seputar molornya APBD
APBD Blora 2009 Terancam Cacat Hukum
Blora, Suara Rakyat.-
 Setelah dalam waktu 3 bulan era kepemimpinan ketua DPRD Blora kolektif antara Kusnanto dan Mahmudi Ibrahim, dapat menghasilkan lebih dari 6 Perda yang berhasil ditetapkan. Namun bulan ini kinerja anggota wakil rakyat Blora ini akan sedikit tersendat, terkait polemik seputar kewenangan Warsit setelah vonis bersalah oleh PN Blora.
 Menurut ketua paguyuban Perangkat Bodronoyo Blora Sutarji keadaan ini secara langsung akan berpengaruh terhadap penetapan APBD Blora tahun 2009. “Akhirnya toh rakyat Blora dikorbankan, dalam arti seharusnya mereka sudah dapat merasakan pembangunan daerahnya bulan depan, terpaksa tertunda,” katanya.
 Dirinya enggan mengatakan apapun terkait kewenangan Warsit masih bisa memimpin sidang atau tidak, terkait UU, PP atau SK Gubenur, karena dirinya bukan ahli hokum.
 Namun dirinya hanya mengungkapkan urutan kekuatan produk Hukumdi Indonesia yang dia dapat dibangku sekolah. “Sepengetahuan saya waktu sekolah urutan perundangan tertinggi adalah UUD 45, UU, PP, Kepres, Permen dan SK paling bawah. Jadi kalau UU diatasnya melarang maka perundangan dibawahnya harus mengikutinya. Kalau pun itu dilanggar maka saya berpendapat produk yang dihasilkan adalah cacat hukum” ungkap Sutarji.
 Pada kesempatan lalu direktur BCC Amin Faried mengatakan kewenangan warsit hilang setelah divonis bersalah oleh PN. Dasar yang digunakan tak tanggung tanggung UU 32/2004 tentang Pemda dan PP no 25/ 2004 tentang Tatib DPRD.
 .”Namun yang lebih jelas ya pada PP 25 /2004 tentang Pedoman dan Penyusunan Tatib DPRD pasal 45 ayat 2.
 “Yang intinya bahwa Bila Pimpinan dewan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum tetap, Pimpinan DPRD tidak boleh memimpin rapat dan menjadi juru bicara DPRD,” jelas Amin.
 Dengan kata lain bahwa jabatan Warsit tetap sebagai ketua DPRD Blora, namun bila memimpin rapat ataupun sidang tidak diperbolehkan menurut hukum.
 Ketika ditanya apakah dampaknya bila Warsit tetap memimpin paripurna sehingga penetapan APBD.
 “Masyarakat awampun pasti sudah banyak yang tahu, kalau peraturan dibawah bertolak belakang pada peraturan diatasnya, logikanya produk yang dihasilkan cacat hukum,” tandas Amin Faried.
  Sementara Ketua DPRD Blora HM Warsit pada kesempatan sosialisasi salah satu program DKK di ruang pertemuan Setda Blora Rabu (18/2) lalu, mengatakan selama SK Gubenur tentang pengangkatan dirinya sebagai ketua DPRD belum dicabut maka dia tetap sah memimpin sidang.
 “Saudara camat yang hadir disini, Anda bekerja berdasarkan apa. Tentunya dengan dasar SK Bupati kan yang juga mengatur kewenangan saudara sebagai camat. Maka secara hukum anda kewenangan yang anda dapat tetap melekat selama SK Bupati belum dicabut,” jelas Warsit dihadapan para camat yang hadir disitu.
 Menurut ketua DPRD Blora, Kewenangan seseorang terhadap jabatannya tetap melekat, selama SK jabatan seseorang belum dicabut oleh penjabat yang mengeluarkannya.
Atas pernyataan inilah Warsit berpendapat, dirinya tetap sah memimpin rapat dan mewakili apapun sebagi ketua DPRD Blora. (Roes)
Fokus Samping
Bupati RM.Yudhi Sancoyo
Berharap DPRD Pegang Komitmen Bersama
Blora, Suara Rakyat.-
 Bupati Blora RM Yudhi Sancoyo, sudah pernah menerima sanksi pada 2007 akibat pengesahan APBD molor. Waktu itu sanksinya berupa penundaan pencairan dana alokasi umum (DAU). ''Selain mendapat malu, juga menerima sanksi. Kalau ada pertemuan bupati-bupati di Jakarta, malunya minta ampun. Karena kita akan dipanggil dan disuruh berdiri dengan disaksikan bupati/walikota se-Indonesia,'' katanya, saat dimintai keterangan SR terkait molornya APBD 2009.
 Terkait APBD Blora tahun 2009 ini, Bupati ke 26 ini mengaku menerima teguran dari Departemen Keuangan akibat molornya pembahasan APBD Blora 2009. 
 ''Saya sudah dua kali ditelepon Prof Mardiyasmo (Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan). Ya, gara-gara APBD kita yang molor itu,'' jelasnya dalam keterangan persnya Senin (16/2) lalu..
 Teguran itu, lanjut dia, sebatas lisan. Namun, biasanya setelah itu ada teguran secara tertulis yang dilayangkan ke pemkab setempat. Jika surat tersebut benar-benar dikirimkan, maka bakal disebutkan juga konsekuensi yang harus diterima apabila pengesahan APBD molor.
 Di Jateng, selain Blora, saat ini ada lima kabupaten lain yang belum mengesahkan APBD. Yudhi sangat berharap DPRD segera menjalankan tugasnya untuk membahas APBD tersebut. Sebab, komitmen awal adalah mengesahkan APBD secepat mungkin.(Roes)

Ketua Fraksi PDIP DPRD Blora, Martono
Unsur Pimpinan DPRD Tidak Becus Bekerja
Blora, Suara Rakyat,-
 “Saya tiap hari datang kesini namun unsur pimpinan DPRD selalu tidak ada, kalau memang mereka tidak becus bekerja letakan saja jabatannya,” kata ketua Fraksi PDIP Martono Senin (16/2) lalu.
 Menurutnya pernyataan ini terucap karena banyaknya tudingan masyarakat yang mengatakan DPRD merupakan pennyebab molornya APBD. 
 “Anda lihat sendiri Saya, mas Antok dan mas Bakoh selalu datang sesuai jadwal pembahasan APBD tapi ternyata unsur pimpinan dewan tidak datang. Kalau begitu siapa yang salah,” kata Martono yang juga ketua Komisi A ini.
 Untuk itu dirinya meminta masyarakat menilai secara obyektif siapa penyebab molornya APBD, bukan menyalahkan seluruh anggota dewan.
“Kalau perlu masyarakat segera mendemo DPRD, dan saya akan dukung mereka,” tegasnya.
 Saat ditanya siapa yang layak memimpin sidang era vonis Warsit, dia hanya menjawab singkat. “Kita kembalikan pada aturan hukum yang berlaku, siapa yang layak pimpin rapat-rapat di DPRD,” tandasnya.(Roes) 

Ateng Sutarno (LSM Wong Cilik)
Adakan Voting ketua DPRD
Blora, Suara Rakyat.-
 Polemik molornya APBD dikarenakan aturan hukum yang rancu tentang kewenangan siapa yang layak pimpin sidang, membuat resah dikalangan masyarakat.
  Ateng Sutarno salah satu LSM Blora yang selalu berusaha mengkritisi seluruh kebijaksanaan di Blora, memunculkan ide yang cukup menarik. 
 Dengan pertimbangan seluruh anggota dewan yang duduk di kursi legislatif, dipilih melalui voting (pemilu), maka perlu diadakan voting juga untuk menentukan posisi kewenangan Warsit era keputusan vonisnya.
“Harus ada yang mengambil inisiatif mengumpulkan seluruh anggota dewan, untuk melakukan voting batas kewenangan pak Warsit. Dan hasilnya kita buat berita acara dan dikirim ke Gubenur selaku pejabat yang melantik mereka (Anggota DPRD-red),” kata Ateng.
 Dia percaya bila polemik ini segera terpecahkan, proses pembahasan sampai penetapan APBD Blora tak lama lagi akan terlaksana.(Roes)

Tidak ada komentar: