tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Jumat, 23 Oktober 2009

Kulanuwon Edisi 79 - REALISTISKAN ANGGARAN PILKADA BLORA

Menyusun Anggaran Pilkada Blora yang Rasional

           

Masa jabatan beberapa kepala daerah; gubernur, bupati dan walikota hampir habis. Kegiatan Pemilu lokal segera dimulai bahkan tahapan untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) 17 kabupaten/kota dan khususnya di Blora sudah mulai berjalan sejak awal Oktober.

           

Misalnya pembentukan badan penyelenggara panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS) dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP), panitia pengawas pemilu (Panwaslu) kabupaten, Panwaslu kecamatan dan Panwaslu lapangan.

           

Becermin pada pelaksanaan Pilkada tahun 2005, ada yang berbeda dalam Pilkada 2010 setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai calon perseorangan atau independen yang mendapat peluang lebar.

           

Partai politik yang mempunyai kursi 15% di DPRD dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah sendiri. Peluang masyarakat yang tidak punya kendaraan politik untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah jalur independen semakin terbuka lebar. Hanya tinggal pemenuhan syarat administrasi yang harus terpenuhi yaitu dukungan riil dari masyarakat yang disertai fotokopi KTP.

           

Untuk suksesnya Pilkada, ada tiga prasyarat yang harus dipenuhi daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada, yaitu pertama, adanya aturan hukum yang jelas sebagai alasan konstitusional landasan pelaksanaan. Pilkada menjadi kewenangan KPU provinsi untuk pemilihan gubernur dan KPU kabupaten/kota untuk pemilihan bupati/walikota. KPU provinsi/kabupaten/kota membuat regulasi/aturan main yang fair dan jelas.

           

Regulasi pelaksanaan Pilkada hendaknya mengacu kemampuan daerah setempat. Sekalipun antardaerah bisa menyatukan persepsi dalam hal-hal teknis yang memungkinkan adanya kebersamaan antardaerah.

           

Kedua, antusiasme rakyat dalam mengikuti semua tahapan Pilkada. Sekalipun pada Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden yang lalu, angka Golput masih tinggi, hal tersebut sebagai bukti bahwa partisipasi menjadi persoalan tersendiri yang harus diatasi oleh badan penyelenggara maupun pemangku kepentingan dari mulai partai politik, KPU, Panwaslu dan pemerintah.

 

Anggaran Rasional Efisien

           

Ketiga, sarana dan prasarana pendukung seperti tersedianya anggaran yang cukup untuk penyelenggaraan semua tahapan. Tidak hanya putaran pertama Pemilu tetapi mencakup semua tahapan Pilkada harus terpenuhi anggarannya. Dalam konteks ini, pemerintah Blora harus mempunyai cadangan anggaran rutin karena setiap lima tahun ada momentum Pilkada. Sehingga, jauh-jauh hari sudah dialokasikan dana agar tidak kesulitan mendanai Pilkada.

           

Kemungkinan DPRD Blora bakal memangkas anggaran penyelenggaraan Pilkada 2010 yang diajukan oleh KPU dan Panwaslu. Untuk Pilkada Blora KPU mengajukan anggaran Rp 19 miliar termasuk didalamnya dana Panwaslu. Sebagai perbandingan, anggaran Pilkada 2005 Rp 5,8 miliar.

           

Wacana yang berkembang adalah persoalan dana. Permasalahannya, sejauh mana anggaran yang ada bisa diefisienkan sehemat mungkin dan dimaksimalkan penggunaannya.

           

Di Rembang dana yang diajukan KPU untuk pilkada 2010 sebesar Rp. 16 M, sementara, Sukoharjo memprediksi anggaran Pilkada 2010 Rp 24 miliar, bahkan menurut KPU Sukoharjo, angkanya bisa lebih besar. Berarti ada kenaikan luar biasa. Dibanding Pilkada 2005, anggaran untuk honor badan penyelenggara mengalami kenaikan, juga logistik dan semua kebutuhan, sehingga mengatrol naiknya anggaran Pilkada secara keseluruhan.

           

Penghematan bisa terjadi apabila Pilkada yang jumlah calonnya lebih dari tiga pasangan, dapat dilaksanakan satu putaran. Namun sangat tergantung bagaimana partisipasi masyarakat dan menguatnya calon, sehingga calon memperoleh suara mayoritas atau lebih dari 50 persen suara pemilih (Pasal 107 UU No 32/2004).

           

Jika pengajuan anggaran Pilkada jor-joran sekalipun hal tersebut adalah kebutuhan riil, dikhawatirkan justru akan menjadi beban pemerintah daerah. Oleh karena itu, perlu ada prinsip efisiensi dalam pengajuan dan penggunaan anggaran.

           

Pengadaan yang mendesak seperti surat suara mutlak harus ada, tetapi pengadaan alat transportasi bisa ditunda terlebih dahulu. Untuk sementara, gunakan fasilitas yang ada. Anggaran yang diajukan juga harus rinci dan valid, bukan menggunakan asumsi. Berapa pun ajuan yang dilakukan KPU kabupaten/kota, DPRD-lah yang mengetok palu. Harapannya, tidak ada anggaran yang salah sasaran, apalagi muspra.

           

Beberapa pos anggaran yang perlu diefisienkan seperti logistik, jumlah TPS, personel badan penyelenggara. Kalau dulu, petugas di TPS bisa mencapai sembilan orang, efisienkan menjadi tujuh orang. Anggaran pelantikan kepala daerah yang mewah dan menghambur-hamburkan anggaran tidak perlu dilakukan. Pelantikan hendaknya dilakukan secara sederhana dan yang penting, secara konstitusional terpenuhi.

           

Kita berharap dengan anggaran yang terbatas, Pilkada berhasil memilih pasangan calon yang dapat membawa perubahan dan kemajuan bagi daerah. Pemimpin yang dapat membawa perubahan yang lebih cepat lebih baik, dengan berpihak pada rakyat demi Lanjutkan pembangunan di tahun yang akan datang.

 

Prinsip pengajuan anggaran Pilkada yang rasional serta berorientasi pada prioritas kebutuhan paling pokok, menjadi cara agar anggaran daerah tidak terbebani dan pembangunan infrastruktur yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat bisa terwujud. Sehingga, Pilkada benar-benar menjadi solusi bagi demokratisasi masyarakat lokal, bukan membebani. (Drs.Ec.Agung Budi Rustanto-Redaktur tabloid Suara Rakyat)

1 komentar:

SMP Favorit Blora - SMP 1 Blora mengatakan...

berita pendidikan diperbanyak yaaaaaaaa