tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Minggu, 30 Mei 2010

KULANUWON


Pemilu Kada atau Pemilu Kadal


Proses Pilkada atau sekarang lebih dikenal Pemilu Kada (Kepala Daerah) memang rawan konflik sosial di tingkat akar rumput untuk itu institusi yang berwenang dan aparat keamanan yang akan menjalankan proses pelaksanaan Pilkada harus menyadari betul potensi kerawanan tersebut.


Disamping itu Pemilu Kada adalah proses mencari pemimpin lokal dengan partisipasi politik rakyat secara langsung agar dapat diperoleh pemimpin yang benar-benar dicintai rakyatnya karena dapat meningkatkan tarap hidup dan kesejahteraan.



Untuk itulah Pemilu Kada dilaksanakan dan bukan untuk menimbulkan serta memperlihatkan kerusuhan dimana-mana. Dengan kata lain Pemilu Kada bukan untuk menciptakan kerusuhan.

Untuk itulah menurut penulis, Polisi tentunya telah memetakan titik-titik kerawanan dalam proses penyelenggaraan Pilkada, begitu juga KPUD.



Sebagai penyelenggaran Pilkada, KPUD diharapkan dapat bekerja secara profesional dan berusaha meminimalisir kerawanan-kerawanan yang akan terjadi agar tidak mengundang massa untuk memprotesnya.



Bila kita tarik dari pengalaman sejarah Kota Tuban yang sebelumnya tenang mendadak Anarki setelah perhitungan Pemilu Kada. Kasus kerusuhan di Tuban amat mengejutkan banyak pihak. Karena telah menciderai proses demokratisasi di tingkat lokal (Pemilu Kada) di tengah kesuksesan berbagai pelaksanaan pemilu Kada yang dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia.



Perbedaan tipis inilah yang menurut banyak kalangan telah menjadi salah satu pemicu adanya aksi kerusuhan dan pengerusakan yang dilakukan oleh massa pendukung pasangan Noor Nahar-Go Tjong. Akibat adanya indikasi dan sinyalemen kecurangan dan pengelembungan suara dalam pilkada.



Yang harus dicatat, bahwa kasus pengerusakan dan kerusuhan tersebut bukan semata-mata diakibatkan oleh kekalahan dalam pemilu Kada semata. Tetapi hal tersebut harus dilihat dalam cara pandang yang inheren dengan latar belakang historis dan pola kepemimpinan Haeny yang notabene adalah bupati incumbent, yaitu;



Pertama, kerusuhan tersebut adalah akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap pola kepemimpinan Haeny selama menjadi bupati. Indikatornya adalah sasaran atau target pengerusakan.



Yaitu rumah pribadi, kantor sebuah perusahaan properti, mobil milik Haeny dan keluarganya. Sasaran tersebut adalah simbol-simbol status quo Haeny. Sehingga menjadi amat wajar, jika massa melakukan pengerusakan terhadap simbol-simbol tersebut.



Kedua, sama halnya dengan pembakaran kantor KPUD Tubah, yang tentunya lebih didasari karena KPUD dianggap gagal mengawal proses demokratisasi dan transparasi dalam pelaksanaan pemilu Kada. Sehingga asas kejujuran dan keadilan tidak terwujud dalam pilkada Tuban.



Simbul pro status quo KPUD inilah yang harus didekonstruksi, sehingga dikemudian hari tidak terjadi pola-pola yang sama yang dilakukan oleh KPUD-KPUD di daerah yang lain.



Dengan mengunakan cara pandang yang demikian, maka kasus kerusuhan dan pengerusakan oleh massa, harus dilihat sebagai bagian untuk mewujudkan demokratisasi dan asas jurdil dalam pemilu Kada.



Dan karena pemilu Kada Tuban dianggap telah gagal dalam mewujudkan hal tersebut, maka jangan menyalahkan massa jika akhirnya mereka melampiaskan akumulasi kekecewaanya dengan cara yang anarkis.



Ketiga, kerusuhan tersebut juga bukan karena kegagalan partai politik dalam menyalurkan aspirasi politik kader dan konstituen.



Untuk itulah Penulis berharap pasca pemungutan suara yang akan diadakan tanggal 3 Juni mendatang di kabupaten Blora, benar-benar Pemilu Kada bukan “Pemilu Kadal”. Yakni akan terjadi hal-hal yang berbuntut anarkisme usai perhitungan suara.



Ibarat seekor binatang Kadal yang mempunyai ekor.”Selamat menggunakan hak pilih anda, Masa depan Blora ditentukan pilihan Anda dan Semoga Blora tetap kondusif setelah perhitungan Pemilu Kada hingga Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati terpilih,”

Penulis: Drs.Ec. Agung Budi Rustanto – Redaktur tabloid Suara Rakyat

Tidak ada komentar: