tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Rabu, 07 Januari 2009

SR Edisi 57 - AKHIR tahun 2008- BERITA




Antara Padat Karya Atau Korupsi

Oleh: Drs. Ec. Agung Budi Rustanto*)

Seluruh bangsa di dunia tampaknya setuju bahwa dampak terburuk krisis ekonomi global adalah meningkatnya pengangguran. Bagi perekonomian Indonesia, dampaknya mungkin akan terasa lebih berat.

Sebab dalam kondisi normal saja, lapangan kerja kesulitan menampung pencari kerja, apalagi dalam situasi krisis.

Data Bank Dunia menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia saat krisis ekonomi 1997 lebih tinggi dibanding negara lain yang juga terkena krisis. Angkanya sekitar 9,5 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara Asia lainnya yang juga terkena krisis seperti Korea (3,7 persen), Thailand (1,5 persen) dan Malaysia (3,4 persen).

Berdasarkan hal itu, menghadapi krisis ekonomi global saat ini, pemerintah harus segera menciptakan “bendungan” yang kokoh, untuk menampung luapan pengangguran. Tampaknya, badai krisis kali ini juga menimbulkan gelombang PHK yang tak kalah dahsyatnya dibandingkan krisis sebelumnya. Belum lagi ditambah tenaga kerja baru hasil lulusan dari berbagai jenjang pendidikan.

Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, untuk mengantisipasi dampak krisis keuangan pada tahun 2009, diperlukan lebih kurang tiga juta lapangan kerja baru.

Lebih lanjut dikatakannya, setiap departemen potensial diminta menggunakan anggarannya guna menciptakan lapangan kerja baru. Penjelasan itu diberikan seusai rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden pada, Jumat (12/12). Dari hasil rapat itu diketahui bahwa pemerintah akan meningkatkan program padat karya pada tahun depan.

Meski mendapat dukungan berbagai pihak termasuk dari sisi teoritis, pemerintah tetap harus hati-hati dalam pelaksanaan program ini. Kegagalan program serupa saat krisis 1997 patut menjadi pelajaran berharga.

Sekilas, berbagai bentuk persiapan pemerintah tampak meyakinkan. Namun tanpa adanya harmonisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah, kendala dalam implementasi tetap ada. Apalagi rencana itu juga memuat ketentuan bahwa 60% proyek-proyek infrastruktur 2009 yang dibiayai oleh APBN maupun APBD harus menggunakan skema padat karya. Faktanya dalam hal prioritas pengeluaran, antara pusat dan daerah sering tidak sinkron.

Jadi penciptaan lapangan kerja dalam jangka panjang tak boleh dikesampingkan. Menurut Bank Dunia, keberhasilan penciptaan lapangan kerja dalam jangka panjang dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, fleksibilitas pasar tenaga kerja, dan investasi pada pekerja.

Upaya terbaik menggerakkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan iklim investasi dan memperbaiki daya saing di pasar global. Survei menunjukkan bahwa tiga masalah teratas yang menghambat investasi adalah instabilitas makroekonomi, ketidakpastian kebijakan, dan korupsi (World Bank–ADB Private Investment Climate Surveys 2003/2004).

Direktur Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat Bappenas, Pungky Sumadi, mengungkapkan bahwa program Padat Karya I, II dan PDMDKE yang dilaksanakan saat krisis 1997 mengalami kegagalan (Inisiatif, 6/6).

Setelah berjalan sembilan bulan, ketiga program itu dihentikan karena tidak dipersiapkan secara baik dan banyak terjadi kebocoran.

Untuk menghindari kegagalan serupa, pemerintah perlu mempersiapkan program dengan lebih cermat. Penulis sependapat dengan pernyataan Deputi Menko Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bambang Susantono bahwa keberhasilan program ini tidak terlepas dari peranan kementerian/lembaga (K/L) dan Pemkab setempat. Mereka lebih tahu proyek mana yang bisa dilakukan dengan padat karya dan yang tidak.

Kita tentu berharap pemerintah, khususnya kabupaten Blora, dapat menjaga keterpaduan antara program penciptaan lapangan kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sebab hal itu merupakan jalan utama memecahkan masalah pengangguran di negara ini.

*) Penulis adalah Redaktur Tabloid Suara Rakyat







Tidak ada komentar: