tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Kamis, 22 Januari 2009

SR Edisi 59 - KULANUWON



Kulanuwon
Mungkinkah Pendidikan Antikorupsi Berpotensi Mubazir
` Memang suatu prestasi membanggakan dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia, yang dilakukan oleh Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan pengakuan secara luas oleh masyarakat.
Banyak pejabat korup baik di lembaga eksekutif maupun legislatif diringkus dan sekitar Rp 410 miliar uang negara dapat diselamatkan.
Rangkaian kiprah kerja KPK tidak hanya berfokus pada pemberantasan namun meliputi pula usaha pencegahan korupsi. Inisiatif pendidikan dini antikorupsi dengan sasaran murid-murid sekolah mulai dari tingkat SD patut mendapatkan acungan jempol. Warung Kejujuran, Buku seri pelajaran tentang nilai-nilai antikorupsi yang akan diterbitkan oleh KPK dan rencananya disebarkan ke sekolah-sekolah, Termasuk juga kabupaten Blora pada khususnya.
Ini diharapkan dapat diajarkan melalui mata pelajaran Agama, Kewarganegaraan atau Bimbingan Penyuluhan.
Pertanyaan penulis yang baru kembali ke Blora 7 tahun lalu, Dapatkah inisiatif ini mampu mengantarkan anak bangsa agar saat menjadi pejabat dan pemimpin bangsa, tidak korup?
Banyak contoh membuktikan para pejabat yang sekarang ini terkena terjerat kasus korupsi pada masa kecilnya di sekitar tahun 1970-an mendapatkan pelajaran Budi Pekerti di bangku SD. Pada masa itu pula, pendidikan keluarga melalui nasihat-nasihat orangtua agar anak-anak berperilaku jujur masih sangat dipatuhi. Mengapa kemudian Abdulah Puteh bahkan mantan Menteri Agama Said Agil H Al Munawar dan lain-lain yang kenyang pendidikan berbudi luhur saat kanak-kanak dan menjadi aktivis organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas dan patriotisme, berubah perilakunya saat menjadi pejabat.
Hal tersebut mengusik hati kita untuk melakukan analisis mengapa perubahan sangat drastis bisa terjadi. Apakah kejadiannya seperti seorang manusia yang polos dan manis di masa kanak-kanak, berperilaku sopan dan santun saat muda kemudian menjadi pembunuh kejam saat dewasa?
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membahas analisis perubahan psikologis, kajian tentang kemungkinan berhasil tidaknya pendidikan dini antikorupsi ini lebih didasarkan pada proses peralihan dari masa mengikuti pendidikan nilai-nilai luhur di bangku sekolah, sampai memasuki dunia kerja dengan lingkungan yang tidak kondusif antikorupsi.
Tinjauan terhadap efektivitas pencegahan korupsi melalui pelajaran dini antikorupsi yang diberikan di sekolah dasar ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk memvonis inisiatif tersebut sebagai usaha sia-sia. Justru dengan mengetahui hal itu, strategi pencegahan korupsi yang efektif dapat dipersiapkan. Sebelum menerima pegawai baru, suatu unit kerja harus sudah siap dengan sistem pencegahan korupsi yang tepat serta detail.
Walaupun dalam sumpah jabatan pegawai sudah diikrarkan untuk tidak melakukan perbuatan tercela, menerima pemberian yang berkaitan dengan tugasnya, namun masih perlu penjabaran secara rinci pencegahan korupsi untuk setiap jenis tugas yang dihadapi sehari-hari supaya pemahaman nilai-nilai antikorupsi tidak lagi bersifat kabur.
Ikrar untuk tidak menyalahgunakan jabatan perlu diterjemahkan secara khusus untuk setiap unit kerja. Misalnya di tempat pelayanan KTP atau SIM harus dipampangkan secara jelas berapa besar biaya pengurusan resmi disertai juga peringatan menerima atau memberi uang lebih besar dari jumlah biaya resmi tersebut adalah melanggar hukum. Di ruang rapat terpampang peringatan bahwa presensi dan uang rapat hanya untuk pegawai yang hadir. Di tempat pembahasan anggaran ditempatkan papan peringatan bertulisan mark-up alokasi anggaran adalah haram karena memberikan peluang terjadinya korupsi.
Harapannya, media pemahaman nilai-nilai antikorupsi yang diperkenalkan secara praktis dan rinci untuk masing-masing ruang kerja tersebut dapat menolong para pegawai khususnya yang baru, agar bias mempraktikkan budaya kerja yang sesuai dengan nilai-nilai pelajaran yang dulu diterima di bangku sekolah.
Kuncinya adalah menerjemahkan nilai-nilai antikorupsi yang diajarkan di sekolah ke dalam semboyan kerja pegawai sesuai jenis pekerjaan. Mirip dengan pengalaman masa lalu dengan kursus Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Tanpa contoh-contoh praktis yang menjelaskan bagaimana insan Pancasilais itu berperilaku, pengajaran P4 tidak mencapai tujuannya.
Pendekatan untuk memahami dan mengingatkan supaya tidak terjadi korupsi seperti yang dicontohkan di atas memang bersifat sederhana. Tentunya pihak-pihak berkompeten bisa membuat strategi yang lebih mengena. Dalam misi ini dituntut peran aktif unit pengawasan dan pembinaan pegawai di masing-masing instansi.
Dan PR inilah menurut penulis, yang yang mestinya di agendakan Bupati Blora dalam tahun ini.
Inovasi kreatif untuk pencegahan terjadinya korupsi yang sesuai dengan jenis pekerjaan di masing-masing lingkungan kerja perlu dikembangkan agar bersambung tanpa putus dengan proses pendidikan dini nilai-nilai antikorupsi di sekolah-sekolah. Bila tidak, inisiatif mulia ini akan berpotensi mubazir.(Oleh Agung Budi Rustanto,Drs Ec, - Redaktur Tabloid Suara Rakyat)

Tidak ada komentar: