tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Kamis, 22 Januari 2009

SR Edisi 59 - FOKUS



Abu Nafi, Akankah Tergusur?
Blora, Suara Rakyat,-
Sungguh suatu kejutan yang terjadi pada rapat pembahasan KUA-PPAS, antara Komisi A dan Bawasda muncul wacana penggusuran Abu Nafi sebagai Kepala Bawasda Blora, Jum’at (9/1) lalu. Hal itu diungkapkan sumber yang tidak ingin disebut namanya, yang ikut rapat di dalamnya.
Dia menyebutkan berdasar Perda yang mengatur tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) sudah jelas status hukumnya. Yakni lima Perda yang mengatur tentang SOTK mulai Perda no 5 tahun 2008 sampai dengan Perda no 9 tahun 2008. Yang secara berurutan perda tersebut mengatur tentang Sekda dan Sekwan, Perda Lembaga Teknis Daerah, Perda Dinas, Perda Kecamatan dan Kelurahan, dan Perda Satpol PP.
“Jadi wajarlah bila seorang yang telah menduduki jabatan tertentu akan berganti posisinya di tempat lain, termasuk juga Pak Abu yang kebetulan ketiban awu anget,” kata sumber yang minta namanya dirahasiakan.
Dia juga menggarisbawahi itu hanya sebuah wacana yang muncul spontanitas pada pembahasan KUA-PPAS.
“Jadi itu masih wajarlah wacana itu, sebagaimana dikatakan Amin Faried (Direktur BCC-red) beberapa waktu lalu. Bahwa SKPD Kantor Dukcapil, sesuai SOTK Baru menjadi Dinas Dukcapil. Begitu juga Bawasda akan berubah menjadi Inspektorat Daerah, artinya jabatan kepala SKPD-nya baru walau personelnya tetap,” pararnya.
Sementara Sutarto wakil ketua Komisi A DPRD Blora, saat ditemui di ruang kerjanya Kamis (15/1) membantah apa yang diungkapkan sumber tersebut.
“Tidak benar apa yang dikatakan tadi, kami saat itu hanya membahas KUA-PPAS Bawasda untuk APBD 2009,” kata caleg No 2 dapil II dari Partai Golkar ini.
Terkait mana yang harus didahulukan antara pengisian personel SOTK dan APBD 2009, mantan lurah teladan tahun 1997 ini, menyebut pengisian SOTK dulu.
“Harusnya pengisian SOTK terlebih dulu sebelum pembahasan anggaran tersebut,” ungkap Sutarto.
Alasannya cukup simpel, bahwa bila personel SKPD baru sudah terisi akan makin mudah dalam pembahasan anggaran kantornya. Disamping itu mereka dapat terlibat secara aktif terhadap pembahasan anggaran yang akan menjadi tanggungjawabnya.
Sementara Anggota Komisi B dari Fraksi PDIP, Wahyu Sudrajat juga mengatakan hal yang senada. Bahkan dia lebih tegas lagi yang mewajibkan mengisi personel SOTK terlebih dahulu.
“Harusnya mas Yudhi (Bupati Blora Yudhi Sancoyo-red) mendahulukan pengisian SOTK terlebih dahulu, agar penanggungjawab kegiatan jelas. Begitu juga dalam pembahasan SKPD dengan kami jadi lebih mudah dan cepat,” jelasnya.
Saat ditanya, apa dampak bila seorang bupati kurang tepat menempatkan seseorang pada jabatan, tidak masalah karena kewenangan menempatkan personel mutlak ada padanya.
“Terlepas kepentingan politik, harusnya bupati jangan ragu menempatkan seseorang pada pos jabatan tertentu. Semisal Pak Abu mau ditempatkan di tempat lain itu kewenangan bupati,” tandas Wahyu Sudrajat Caleg PDIP Dapil IV ini.
Sementara Kepala Bawasda Abu Nafi saat ditemui, dia tidak menyalahkan wacana penggusuran dirinya sebagai Kepala Bawasda tersebut yang muncul pada saat pembahasana KUA-PPAS di Komisi A saat itu. “Saya enggan berkomentar, Anda cek sendiri apa yang terjadi pada saat pembahasan KUA-PPAS di komisi A lalu,” katanya singkat. (Roes)

H Haryono SD
Proporsional, SOTK Dulu
Blora, Suara Rakyat,-
Polemik tentang pembahasan APBD dahulu atau Pengisian SOTK lebih dulu, terus saja berkembang di lingkungan masyarakat. membuat beberapa tokoh masyarakat membuahkan beberapa pandangan yang berbeda.
Mantan Wakil Ketua DPRD Blora, H Haryono SD ketika dikonfirmasi di kediamanya Sabtu (17/1) memberikan pandanganya cukup menarik.
Menurut Haryono yang juga caleg DPRD Provinsi Jateng no urut 4 ini, sesuai mekanisme perundangan yang berlaku hendaknya pengisian SOTK.
Alasananya lain dalam pembahasan RAPBD (dalam hal ini KUA dan PPAS-red) tak lepas dari pembahasan anggaran yang melibatkan SKPD yang terkait.
“Secara langsung kepala SKPD yang akan melaksanakan anggaran tersebut aktif dalam pembahasan anggaranya, dan akan tahun apa yang hendak dilaksanakannya,” kata Haryono.
Ketika ditanya adanya faktor lain yang menyebabkan sering tertundanya dalam setiap penetapan APBD, dirinya mengatakan suatu kewajaran.
“Terlepas nuansa politis ataupun lainnya, proposionalnya ya pengisian personel SOTK terlebih dahulu,” tegas Haryono.
Saat dimintai komentarnya tentang apakah bupati dalam menempatkan sesorang, diantaranya Abu Nafi berdampak negatif terhadap kredibilitasnya di mata masyarakat. Haryono enggan berkomentar, karena itu kewenagan sepenuhnya bupati dalam memilih kabinetnya.
Dia hanya menambahkan singkat, saat ini suasana dalam pemerintahan Yudhi Sancoyo lebih kondusif sehingga memungkinkan pelaksanaan kegiatan dapat lebih cepat. (Roes)


Ateng Sutarno (LSM Wong Cilik)
Sudah Saatnya Abu Nafi ke Level Lebih Tinggi
Blora, Suara Rakyat.-
“Pak Abu memang sudah layaknya untuk ganti jabatan yang tinggi, misalnya wakil bupati yang saat ini masih kosong,” kata Ateng Sutarno.
Pertimbangan direktur LSM Wong Cilik ini karena sosok Abu sudah sangat dikenal masyarakat Blora pada umumnya.
“Saya sangat yakin masyarakat Blora sudah banyak yang tahu, kalau Abu Nafi adalah ketua NU Blora,” ungkap Ateng.
Di sisi lain dirinya juga menilai UU 32/2004 mengharuskan pengisian jabatan wabup yang kosong. “Seperti di Kota Salatiga, jabatan wakil walikota yang kosong beberapa waktu lalu telah diisi sesuai apa yang ditetapkan dalam UU tersebut,” ungkap Ateng.
Lebih lanjut pria yang pernah sebagai guru SMPN 5 Blora ini, dasar pengisian jabatan wabup diatur pada UU 32/2004 dan PP no 6/2005 yang masing-masing merupakan satu kesatuan yang utuh. “Pada UU 32/2004 pada paragraf keempatan tentang pemberhentian kepala daerah dan atau wakil kepala daerah serta PP no 6/2005 Bab X telah diatur. Pemahaman itu kedua aturan itu (Paragraf dan Bab-red) sebagai satu kesatuan utuh dan saling berkaitan,” jelas Ateng Sutarno.
“Sudah lama memimpin Blora sendirian, bahkan pernah bilang bekerja dobel rezeki engkel karena banyaknya pekerjaan. Lha beliau kan bisa mengusulkan wabup, wong yang berhak mengusulkan wabup juga partainya beliau sendiri,” ungkapnya.
”Mengangkat wabup yang seharusnya dilakukan bupati untuk membantu tugasnya, dan masyarakat sudah tahu kredibilitas Abu Nafi,” tandas Ateng. (Roes)

SR Edisi 59 - KULANUWON



Kulanuwon
Mungkinkah Pendidikan Antikorupsi Berpotensi Mubazir
` Memang suatu prestasi membanggakan dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia, yang dilakukan oleh Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan pengakuan secara luas oleh masyarakat.
Banyak pejabat korup baik di lembaga eksekutif maupun legislatif diringkus dan sekitar Rp 410 miliar uang negara dapat diselamatkan.
Rangkaian kiprah kerja KPK tidak hanya berfokus pada pemberantasan namun meliputi pula usaha pencegahan korupsi. Inisiatif pendidikan dini antikorupsi dengan sasaran murid-murid sekolah mulai dari tingkat SD patut mendapatkan acungan jempol. Warung Kejujuran, Buku seri pelajaran tentang nilai-nilai antikorupsi yang akan diterbitkan oleh KPK dan rencananya disebarkan ke sekolah-sekolah, Termasuk juga kabupaten Blora pada khususnya.
Ini diharapkan dapat diajarkan melalui mata pelajaran Agama, Kewarganegaraan atau Bimbingan Penyuluhan.
Pertanyaan penulis yang baru kembali ke Blora 7 tahun lalu, Dapatkah inisiatif ini mampu mengantarkan anak bangsa agar saat menjadi pejabat dan pemimpin bangsa, tidak korup?
Banyak contoh membuktikan para pejabat yang sekarang ini terkena terjerat kasus korupsi pada masa kecilnya di sekitar tahun 1970-an mendapatkan pelajaran Budi Pekerti di bangku SD. Pada masa itu pula, pendidikan keluarga melalui nasihat-nasihat orangtua agar anak-anak berperilaku jujur masih sangat dipatuhi. Mengapa kemudian Abdulah Puteh bahkan mantan Menteri Agama Said Agil H Al Munawar dan lain-lain yang kenyang pendidikan berbudi luhur saat kanak-kanak dan menjadi aktivis organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas dan patriotisme, berubah perilakunya saat menjadi pejabat.
Hal tersebut mengusik hati kita untuk melakukan analisis mengapa perubahan sangat drastis bisa terjadi. Apakah kejadiannya seperti seorang manusia yang polos dan manis di masa kanak-kanak, berperilaku sopan dan santun saat muda kemudian menjadi pembunuh kejam saat dewasa?
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membahas analisis perubahan psikologis, kajian tentang kemungkinan berhasil tidaknya pendidikan dini antikorupsi ini lebih didasarkan pada proses peralihan dari masa mengikuti pendidikan nilai-nilai luhur di bangku sekolah, sampai memasuki dunia kerja dengan lingkungan yang tidak kondusif antikorupsi.
Tinjauan terhadap efektivitas pencegahan korupsi melalui pelajaran dini antikorupsi yang diberikan di sekolah dasar ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk memvonis inisiatif tersebut sebagai usaha sia-sia. Justru dengan mengetahui hal itu, strategi pencegahan korupsi yang efektif dapat dipersiapkan. Sebelum menerima pegawai baru, suatu unit kerja harus sudah siap dengan sistem pencegahan korupsi yang tepat serta detail.
Walaupun dalam sumpah jabatan pegawai sudah diikrarkan untuk tidak melakukan perbuatan tercela, menerima pemberian yang berkaitan dengan tugasnya, namun masih perlu penjabaran secara rinci pencegahan korupsi untuk setiap jenis tugas yang dihadapi sehari-hari supaya pemahaman nilai-nilai antikorupsi tidak lagi bersifat kabur.
Ikrar untuk tidak menyalahgunakan jabatan perlu diterjemahkan secara khusus untuk setiap unit kerja. Misalnya di tempat pelayanan KTP atau SIM harus dipampangkan secara jelas berapa besar biaya pengurusan resmi disertai juga peringatan menerima atau memberi uang lebih besar dari jumlah biaya resmi tersebut adalah melanggar hukum. Di ruang rapat terpampang peringatan bahwa presensi dan uang rapat hanya untuk pegawai yang hadir. Di tempat pembahasan anggaran ditempatkan papan peringatan bertulisan mark-up alokasi anggaran adalah haram karena memberikan peluang terjadinya korupsi.
Harapannya, media pemahaman nilai-nilai antikorupsi yang diperkenalkan secara praktis dan rinci untuk masing-masing ruang kerja tersebut dapat menolong para pegawai khususnya yang baru, agar bias mempraktikkan budaya kerja yang sesuai dengan nilai-nilai pelajaran yang dulu diterima di bangku sekolah.
Kuncinya adalah menerjemahkan nilai-nilai antikorupsi yang diajarkan di sekolah ke dalam semboyan kerja pegawai sesuai jenis pekerjaan. Mirip dengan pengalaman masa lalu dengan kursus Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Tanpa contoh-contoh praktis yang menjelaskan bagaimana insan Pancasilais itu berperilaku, pengajaran P4 tidak mencapai tujuannya.
Pendekatan untuk memahami dan mengingatkan supaya tidak terjadi korupsi seperti yang dicontohkan di atas memang bersifat sederhana. Tentunya pihak-pihak berkompeten bisa membuat strategi yang lebih mengena. Dalam misi ini dituntut peran aktif unit pengawasan dan pembinaan pegawai di masing-masing instansi.
Dan PR inilah menurut penulis, yang yang mestinya di agendakan Bupati Blora dalam tahun ini.
Inovasi kreatif untuk pencegahan terjadinya korupsi yang sesuai dengan jenis pekerjaan di masing-masing lingkungan kerja perlu dikembangkan agar bersambung tanpa putus dengan proses pendidikan dini nilai-nilai antikorupsi di sekolah-sekolah. Bila tidak, inisiatif mulia ini akan berpotensi mubazir.(Oleh Agung Budi Rustanto,Drs Ec, - Redaktur Tabloid Suara Rakyat)

SR Edisi 59 - Sekilas BERITA






SR Edisi 59 - Sekilas BERITA


Akhirnya, Cepu Punya Pendopo Kecamatan Cepu, Suara Rakyat,-
Akhirnya Pendopo Kecamatan Cepu diresmikan Bupati Blora Yudhi Sancoyo dengan nama “Sasana Widya Praja”, Kamis (15/1). Pendopo yang selesai pada akhir tahun 2008 itu menjadi salah satu simbol kemegahan Kota Minyak yang merupakan salah satu pintu masuk ke Kabupaten Blora dari arah timur.
Bupati Blora mengharapkan pendopo yang baru ini dapat dimanfaatkan sebagai tempat bertemunya berbagai elemen masyarakat Cepu, sebagai pusat kegiatan baik kemasyarakatan maupun pemerintahan. “Pendopo ini dapat digunakan sebagai pusat segala kegiatan masyarakat Cepu, bertemunya aparat pemerintah dengan masyarakat dan banyak kegiatan mulai dari social hingga pemerintahan,” katanya.
“Sudah sepantasnya Kota Cepu memiliki pendopo dan kantor kecamatan semegah ini, karena Cepu adalah barometer di Kabupaten Blora. Apalagi dengan adanya Blok Cepu yang akan segera beroperasi, Cepu harus tampil sebaik mungkin karena menjadi tempat tujuan orang dari berbagai daerah bahkan berbagai negara,” tambahnya.
Sebagai tanda diresmikannya Pendopo Kecamatan Cepu, Bupati menanda tangani prasasti dengan disaksikan Camat Cepu, Slamet Wiryanto, dan para pemuka masyarakat. Pada kesempatan ini Yudhi Sancoyo menyerahkan uang duka kepada para ahli waris secara simbolis bagi masyarakat Cepu yang telah meninggal dunia dari beberapa kelurahan.
Acara peresmian Pendopo Sasana Widya Praja dimeriahkan dengan seni wayang kulit yang mengambil cerita “Semar Pinilih” dengan dalang Ki Heri Sudarsono dari Randublatung.
Sebelum acara wayang dimulai, Bupati menyerahkan wayang tokoh Semar kepada dalang itu. Yudhi merasa gembira karena dengan ditanggapnya wayang kulit pada acara peresmian pendopo ini berarti masyarakat Cepu ikut nguri-uri Budaya Jawa. (Agt)

SR Edisi 59 - ADVETORIAL






Sabtu, 10 Januari 2009

SR Edisi 58 - FOKUS


Tomo Tuntut Pengisian SOTK
Blora, Suara Rakyat.-

KUA yang merupakan langkah awal dalam pembuatan APBD sampai berita ini ditulis Selasa (6/1) belum dibahas.

Padahal sesuai Permendagri no 59/2007 tantang PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH dalam mekanisme penyusunan APBD telah dipenuhi eksekutif Juni 2008 lalu. Dan bersamaan itu pula ada perubahan SOTK bulan Oktober 2008, maka eksekutifpun melakukan perubahan KUA.
APBD Molor,

Menurut data yang didapat SR perubahan KUA telah dikirim eksekutif tanggal 20 Nopember 2008 lalu.

Sementara kabag keuangan setda Blora, IG Komang membenarkan data yang didapat SR tersebut. “eksekutif telah menggunakan mekanisme yang telah ditetapkan sesuai permedagri 59/2007, selanjutnya kapan pembahasanya tergantung dewan,” katanya.

Ditempat terpisah Wakil ketua DPRD Blora, HM Kusnanto ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa hari ini (6/1) DPRD akan mengadakan Rapat Panmus.

“Sekarang kami akan rapat Panitia Musyawarah (Panmus) yang akan menyusun jadwal pembahasan, yang akan menggarap KUA & PPAS-nya,” kata Kusnanto yang berasal dari Partai Golkar ini.

Sedang Hartomi Wibowo dari fraksi PDIP yang duduk disebelah Kusnanto, justru menuntut agar Bupati mengisi terlebih dahulu personil SOTK.

“Saya meminta agar Bupati secepat mungkin harus mengisi personil SOT, agar dalam pembahasan KUA nantinya sudah tahu siapa kepala SKPDnya sehingga pertanggung-jawabanya jelas,” tegas Hartomi yang juga ketua DPC PDIP Blora.

Atas pernyataan Kusnanto dan Hartomi tersebut menurut Direktur LSM Wong Cilik Ateng Sutarno, dapat mengambil kesimpulan awal bahwa APBD dipatikan Molor.

“Sesuai pernyataan Kusnanto saat ini baru rapat Panmus menyusun jadwal pembahasan KUA, jelas janjinya Januari 2009 APBD ditetapkan pasti akan molor. Belum lagi permintaan Mas Tomo (Hartomi Wibowo-red) yang meminta mengisi personil SOTK dulu, malah tambah molor lagi,” jelas Ateng.

Untuk itu dirinya menghimbau agar para wakil rakyat bekerja semaksimal Mungkin agar APBD dapat ditetapkan.

Menurut aktifis ini, dengan makin cepatnya pengesahan APBD 2008 nanti, secara tidak langsung masyarakat segera dapat langsung menikmati alokasi anggaran tersebut.

Pada tahun lalu, akibat APBD disahkan akhir April tahun roda pemerintahan Blora sedikit terganggu, bahkan beberapa unit kerja terpaksa cari pinjaman karena alokasi anggaran hanya 1/12 anggaran tahun lalu.

“Janganlah terulang Ranking 2 nasional dalam molornya pengesahan APBD 2007 terulang lagi, sehingga fasilitas masyarakat yang harusnya dinikmati akan tertunda lagi,” ungkap Ateng.

Disamping itu Ateng menambahkan, agar tidak masuk MURI (Museum Rekor Indonesia-red) menghimbau agar wakil rakyat bekerja untuk rakyat bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. (Roes)

SR Edisi 58 - FOKUS & KULANUWON



SR Edisi 58 - FOKUS

Fokus samping

Amin Faried (direktur BCC)

Perlunya Perda Analisa Jabatan

Blora,Suara Rakyat.-

Terkait permintaan Ketua DPC PDIP Blora Hartomy Wibowo tersebut, Direktur BCC Amin Faried justru memunculkan stetemen baru, agar DPRD membuat perda analisa jabatan.

“Perda analisa jabatan dipandang perlu disusun untuk menjadi pendamping bagi perubahan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) di lingkungan Pemerintah pemkab Blora, agar pertanggung-jawabnya nantinya jelas,” katanya ketika ditemui sekretariatnya dilingkungan GOR Mustika Selasa (6/1).

Perda tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan adanya kesan politik serta balas jasa dan pertimbangan suka atau tidak suka pada pengisian personil SOTK.

Dengan demikian, perda analisa jabatan sudah semestinya ikut dibuat,bukan hanya sebagai plengkap SOTK yang baru. Namun lebih diharapkan dengan perda tersebut, SOTK yang baru akan memberikan meningkatkan pelayanan pada masyarakat sehingga visi Bupati Blora, Wareg, Waras, Wasis dan Wilujeng bisa terpenuhi.

”Sedikit atau banyak lembaga daerah tidak terlalu penting, yang penting bagaimana bisa melayani masyarakat,” jelasnya.

Dengan adanya perda seperti itu maka proses pengisian jabatan tidak lagi ada kesan kepentingan politik atau balas jasa.

Dalam perda analisa jabatan akan dilihat sejauh mana kemampuan dan kapasitas calon kepala satuan kerja perangkat daerah atau SKPD. Dengan analisa jabatan ini maka seorang kepala SKPD paling tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai atau memiliki kemampuan yang layak.(Roes)

Slamet HS (Kabag Organisasi)

Sudah Ada Perbup-nya

Blora, Suara Rakyat.-

Apa yang diinginkan Amin Faried dibantah tegas Kabag Organisasi Setda Blora. Slamet HS ketika dikonfirmasi Selasa (6/1).

“Saya rasa tidak perlu ada perda analisa jabatan, karena kami telah menyusun Perbup yang didalamnya berisi tupoksi masing-masing SKPD,” katanya.

Menurut Slamet bila harus dewan harus menetapkan Perda Analisa Jabatan maka secara tidak langsung akan memakan waktu lagi.

“Jelas penetapan APBD 2009 akan terlambat lagi, bila harus menunggu penetapan perda analisa jabatan tersebut,” tandas Slemet.

Dia juga menambahkan bahwa PP no 41 tahun 2007 tentang Organisasi perangkat daerah bahwa Penyerasian dan rasionalisasi terkait SOTK tersebut paling lama 1 tahun setelah perundangan tersebut ditetapkan. Karena PP tersebut ditetapkan 23 Juli 2007 maka pada tahun 2008 sudah harus ditetapkan melaui perda. Hal itu diungkapkan Kabag Organisasi, Slamet HS.

“Jadi dengan dasar itulah secara teoritis SOTK yang telah diperdakan tersebut, Januari 2009 harusnya sudah terisi,” kata Slamet.

“Saat ini kami masih telah menyesaikan Peraturan Bupati (Perbud) yang mengatur tentang uraian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dari masing-masing SKPD dan tinggal nunggu Tanda tangan pak Bupati,” tambah Slamet.(Roes)

SR Edisi 58 - Kulanuwon -OPINI


KULANUWON
Peran Pers dan Pengisian SOTK
Rasanya cukup relevan di Blora saat ini, bila masyarakat menanyakan peran Pers, jelang pengisian personil SOTK dan APBD 2009 ini.
Penulis menyadari kalaupun fungsi Pers sendiri tidak dapat berperan langsung, dalam proses penyusunan kedua hal tersebut.
Namun demikian bila mau menarik lebih jauh, justru peran Pers sangat mewarnai bagi pengambil keputusan tertinggi (Kepda) di suatu daerah.
Dengan segala kekuatan, “kekuasaan” dan kemampuannya Pers dalah hal ini melaui pemberitaanya dapat memberi opini publik. Disamping itu khususnya bagi para pengambil keputusan, walau mungkin hanya 10% dapat dijadikan pertimbangan, sebelum mengambil keputusan.
Sebagai contoh semua media menulis si A terlibat kasus tertentu, saya yakin Pengambil keputusan (Kepda) tidak akan berani memilih si A untuk menduduki jabatan tertentu.
Andaipun berani maka secara tak langsung akan berdampak negatif terhadap dirinya, dimata masyarakat yang dipimpinya.
Akan tetapi penulis yang menyadari bahwa seorang jurnalis hendaknya menguasai dan memahami 9 elemen dalam kaidah Jurnalistik.
Saya ingin kembali mengutip pernyataan Bill Kovach dan Tom Rosentiel, dua orang pakar komunikasi massa yang berbicara soal sembilan elemen jurnalisme yaitu konsep yang menjadi tolok ukur bagi benar atau tidaknya kerja para jurnalis ketika merangkai fakta-fakta menjadi berita.
Kesembilan elemen jurnalisme itu pertama menyangkut soal kebenaran yang harus dicari terus-menerus, kedua keberpihakan kepada masyarakat, ketiga selalu melakukan verifikasi, keempat bersikap independen, kelima menjadi pengawas serta memantau kekuasaan, keenam sebagai forum publik yang menampung segala pendapat, gagasan, kritik dan saran, ketujuh jurnalisme harus ditampilkan secara memikat dan relevan, kedelapan berita yang ditampilkan haruslah proporsional dan komprehensif serta kesembilan selalu mendengarkan hati nurani.
Lantas bagaimana substansi kebenaran dalam jurnalisme seperti dipaparkan Kovack dan Rosentiel itu? Menurut mereka, kebenaran dalam jurnalistik adalah kebenaran fungsional. Hal ini perlu dipertanyakan, mengingat kebenaran seringkali tampil secara subyektif. Kebenaran yang mana? Bukankah kebenaran bisa dipandang dari kacamata berbeda-beda? Tiap-tiap agama, ideologi atau filsafat memiliki konsep “kebenaran” dengan dasar pemikiran yang berbeda-beda. Lantas kebenaran menurut siapa? Wartawan toh memiliki latar belakang sosial, agama, etnis kewarganegaraan yang berbeda-beda.
Nah, terkait dengan pertanyaan itu Bill Kovach dan Tom Rosentiel menyebut bahwa kebenaran dalam jurnalistik adalah kebenaran yang terus-menerus dicari. Kebenaran fungsional, diibaratkan seorang polisi yang melacak dan menangkap tersangka. Hakim menjalankan peradilan juga berdasar kebenaran fungsional.
Kebenaran itu, kata Kovack dan Rosentiel, senantiasa bisa direvisi. Terdakwa bisa bebas karena terbukti tak bersalah. Hakim bisa keliru. Pelajaran fisika, biologi, bisa salah. Hukum ilmu alam pun bahkan bisa direvisi.
Hal ini pula yang dilakukan jurnalisme. Bukan kebenaran dalam arti filosofis, tapi kebenaran dalam tataran fungsional. Kebenaran dibentuk melalui proses berlapis-lapis, kebenaran dibentuk hari demi hari.
Karena itu kebenaran harus dibangun oleh jurnalis profesional yang memiliki komitmen tinggi. Diperlukan pribadi yang jujur, bertanggung jawab, disiplin, visioner, mau bekerja sama, adil dan peduli. (Penulis: Drs.Ec.Agung Budi Rustanto, Redaktur tabloid Suara Rakyat)

SR Edisi 58 - Berita SEPUTAR BLORA




SR Edisi 58- AWAL TAHUN 2009- Lintas BERITA




SR Edisi 58- AWAL TAHUN 2009- ADVETORIAL





Rabu, 07 Januari 2009

SR Edisi 57 - AKHIR tahun 2008- FOKUS



SR Edisi 57 - AKHIR tahun 2008- BERITA




Antara Padat Karya Atau Korupsi

Oleh: Drs. Ec. Agung Budi Rustanto*)

Seluruh bangsa di dunia tampaknya setuju bahwa dampak terburuk krisis ekonomi global adalah meningkatnya pengangguran. Bagi perekonomian Indonesia, dampaknya mungkin akan terasa lebih berat.

Sebab dalam kondisi normal saja, lapangan kerja kesulitan menampung pencari kerja, apalagi dalam situasi krisis.

Data Bank Dunia menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia saat krisis ekonomi 1997 lebih tinggi dibanding negara lain yang juga terkena krisis. Angkanya sekitar 9,5 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara Asia lainnya yang juga terkena krisis seperti Korea (3,7 persen), Thailand (1,5 persen) dan Malaysia (3,4 persen).

Berdasarkan hal itu, menghadapi krisis ekonomi global saat ini, pemerintah harus segera menciptakan “bendungan” yang kokoh, untuk menampung luapan pengangguran. Tampaknya, badai krisis kali ini juga menimbulkan gelombang PHK yang tak kalah dahsyatnya dibandingkan krisis sebelumnya. Belum lagi ditambah tenaga kerja baru hasil lulusan dari berbagai jenjang pendidikan.

Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, untuk mengantisipasi dampak krisis keuangan pada tahun 2009, diperlukan lebih kurang tiga juta lapangan kerja baru.

Lebih lanjut dikatakannya, setiap departemen potensial diminta menggunakan anggarannya guna menciptakan lapangan kerja baru. Penjelasan itu diberikan seusai rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden pada, Jumat (12/12). Dari hasil rapat itu diketahui bahwa pemerintah akan meningkatkan program padat karya pada tahun depan.

Meski mendapat dukungan berbagai pihak termasuk dari sisi teoritis, pemerintah tetap harus hati-hati dalam pelaksanaan program ini. Kegagalan program serupa saat krisis 1997 patut menjadi pelajaran berharga.

Sekilas, berbagai bentuk persiapan pemerintah tampak meyakinkan. Namun tanpa adanya harmonisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah, kendala dalam implementasi tetap ada. Apalagi rencana itu juga memuat ketentuan bahwa 60% proyek-proyek infrastruktur 2009 yang dibiayai oleh APBN maupun APBD harus menggunakan skema padat karya. Faktanya dalam hal prioritas pengeluaran, antara pusat dan daerah sering tidak sinkron.

Jadi penciptaan lapangan kerja dalam jangka panjang tak boleh dikesampingkan. Menurut Bank Dunia, keberhasilan penciptaan lapangan kerja dalam jangka panjang dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, fleksibilitas pasar tenaga kerja, dan investasi pada pekerja.

Upaya terbaik menggerakkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan iklim investasi dan memperbaiki daya saing di pasar global. Survei menunjukkan bahwa tiga masalah teratas yang menghambat investasi adalah instabilitas makroekonomi, ketidakpastian kebijakan, dan korupsi (World Bank–ADB Private Investment Climate Surveys 2003/2004).

Direktur Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat Bappenas, Pungky Sumadi, mengungkapkan bahwa program Padat Karya I, II dan PDMDKE yang dilaksanakan saat krisis 1997 mengalami kegagalan (Inisiatif, 6/6).

Setelah berjalan sembilan bulan, ketiga program itu dihentikan karena tidak dipersiapkan secara baik dan banyak terjadi kebocoran.

Untuk menghindari kegagalan serupa, pemerintah perlu mempersiapkan program dengan lebih cermat. Penulis sependapat dengan pernyataan Deputi Menko Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bambang Susantono bahwa keberhasilan program ini tidak terlepas dari peranan kementerian/lembaga (K/L) dan Pemkab setempat. Mereka lebih tahu proyek mana yang bisa dilakukan dengan padat karya dan yang tidak.

Kita tentu berharap pemerintah, khususnya kabupaten Blora, dapat menjaga keterpaduan antara program penciptaan lapangan kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sebab hal itu merupakan jalan utama memecahkan masalah pengangguran di negara ini.

*) Penulis adalah Redaktur Tabloid Suara Rakyat