tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Senin, 16 Maret 2009

SR Edisi 63 - SEPUTAR BLORA


    Apabila hari-hari ini kita melihat tayangan TV, iklan di surat kabar, bahkan poster-poster dan baliho-baliho yang dipasang di pinggir jalan, selain wajah para calon anggota legislatif (Caleg), permohonan doa restu dan dukungan, juga terlihat janji-janji yang mereka tawarkan.Ada yang menawarkan perubahan (yang tidak jelas mau berubah jadi apa), ada yang menjanjikan Sembako murah, ada yang memberi iming-iming kesempatan kerja. Banyak yang berjanji memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya, bahkan ada juga yang berjanji mengembalikan gajinya kepada rakyat.Untuk lebih meyakinkan, banyak Caleg dan Parpol yang membuat kontrak politik. Namanya juga janji, semuanya terlihat ideal dan menyejukkan. Namun, ketika sampai pada tataran pelaksanaan, banyak janji tinggal janji, tak sedikit janji diingkari, yang pada akhirnya bermuara pada kekecewaan masyarakat yang telah memilih Caleg tersebut.Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat yang kecewa, paling-paling hanya menghujat dan mengutuk. Belum ada anggota legislatif yang dimakzulkan karena mengingkari janji dan kontrak politik.Itulah janji politik dan karena belum ada penyelesaian yang adil, masyarakat mencoba menyelesaikannya “secara politik” pula. Misalnya demo ke gedung Dewan, melakukan tindakan anarkistis dan merusak bangunan serta fasilitas. Padahal, mereka mestinya menyadari bahwa Indonesia adalah negara hukum. Pertanyaan mendasar yang layak dilontarkan di sini adalah mengapa mereka tidak pakai jalur hukum terhadap pengingkaran janji-janji dan kontrak politik tersebut?Ranah politik tentunya berbeda dengan ranah hukum. Namun sebagai konsekuensi Indonesia sebagai negara hukum, semua perbuatan haruslah berdasarkan hukum yang berlaku. UU Pemilu tidak mengatur sanksi terhadap anggota legislatif yang mengingkari janji dan kontrak politik pada saat kampanye.Namun hal ini tidak otomatis membebaskannya dari pertanggungjawaban hukum. Sebuah gagasan untuk menyelesaikan masalah ingkar janji melalui jalur perdata kiranya layak untuk dipertimbangkan, meskipun gagasan seperti ini mendapat tentangan dari berbagai pihak.Yang menentang, berpendapat bahwa kontrak politik bukan merupakan kontrak dalam lapangan hukum harta kekayaan. Mereka berpendapat bahwa kontrak politik itu merupakan perikatan wajar atau perikatan alamiah, yang tidak mempunyai kekuatan hukum. Kekuatannya hanya berdasarkan pada moral dan sopan santun.Pendapat tersebut tentunya akan ditolak oleh mereka yang mengamini bahwa pengingkaran terhadap janji-janji dan kontrak politik tersebut dapat diselesaikan secara perdata. Hal ini didasarkan pada argumen adanya prinsip hukum umum yang mendasari kontrak, yaitu adanya asas pacta sun servanda, yang maknanya adalah janji merupakan bagian dari kehormatan bagi para pembuatnya dan mengikat.Dalam hukum kontrak terdapat prinsip bahwa kontrak yang dibuat secara sah akan berlaku sebagai UU bagi para pihak yang membuatnya. Di samping itu, agar kontrak dapat masuk ke dalam lapangan hukum harta kekayaan, disyaratkan objeknya harus dapat dinilai dengan uang, dan syarat ini dapat dipenuhi pada kontrak-kontrak politik. Hal ini dikarenakan jabatan legislatif memberikan penghasilan dan fasilitas-fasilitas yang tentunya dapat dinilai dengan uang.Sebagaimana dikemukakan Thomas J Micheli dalam The Economic Approach to Law (2004), kedudukan hukum, fakta hukum dan peristiwa hukum dapat dinilai secara ekonomis.Dasar hukum yang lain yang perlu dikemukakan di sini adalah bahwa dalam hukum kontrak ada asas kebebasan berkontrak. Para pihak dapat membuat kontrak baik yang sudah diatur dalam UU maupun yang belum diatur oleh UU, sepanjang kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1338 KUH Perdata).Jadi menurut penulis, Caleg membuat kontrak politik dengan calon pemilihnya boleh-boleh saja. Sebuah kontrak yang baik salah satu kriterianya adalah apabila kontrak tersebut mampu mengantisipasi permasalahan yang akan timbul kelak di kemudian hari pada saat kontrak dilaksanakan.Ada beberapa bagian dari kontrak politik yang cukup krusial yang harus diperhatikan para pihak, dalam hal ini adalah Caleg dan para calon pemilihnya.Pertama, menyangkut para pihak yang mengikatkan diri. Pihak pertama tentunya Caleg. Di sini tidak ada persoalan sepanjang Caleg tersebut sepakat. Persoalannya justru ada pada pihak kedua yang mewakili calon pemilih. Pihak kedua ini harus jelas legal standing-nya. Dia mewakili siapa dan atas dasar apa. Apabila legal standing-nya tidak kuat, pihak kedua tidak dapat beracara. Maka, perlu terlebih dulu disiapkan dokumen bahwa pihak kedua tersebut telah memperoleh kuasa dari sebagian masyarakat yang akan mengikat kontrak politik dengan Caleg.Kedua, menyangkut persoalan prestasi. Prestasi ini adalah sesuatu yang dijanjikan oleh Caleg dan disetujui oleh calon pemilihnya. Hukum perdata mengatur, prestasi kontraktual menyangkut persoalan memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Prestasi tersebut harus masuk akal, dapat dilaksanakan, merupakan sesuatu yang sudah ditentukan atau dapat ditentukan, halal (tidak bertentangan dengan UU, ketertiban dan kesusilaan) serta bermanfaat bagi para pihak yang membuat kontrak.Dengan demikian, diperlukan kejelian calon pemilih untuk menilai apakah janji-janji dan kontrak politik yang ditawarkan oleh Caleg tersebut rasional. Artinya, Caleg tersebut mampu memberikan, melakukan, atau mampu juga untuk tidak melakukan prestasi yang dijanjikannya.Apabila ternyata Caleg tersebut terpilih dan memenuhi janji-janji dalam kontrak politiknya, tidak ada masalah. Permasalahan akan muncul apabila setelah terpilih, Caleg tersebut tidak melaksanakan janjinya. Secara perdata, pihak kedua dapat mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti kerugian berdasarkan alasan bahwa pihak pertama melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.Dalam pasal itu, diatur bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah (menimbulkan kerugian tersebut) mengganti kerugian. Gugatan ganti kerugian ini dapat dilaksanakan setelah pihak pertama dinyatakan wanprestasi.Persoalan lain yang akan muncul adalah apakah hakim akan menerima gugatan tersebut, mengingat UU Pemilu tidak mengatur hal ini. Inilah alasan yang akan dipakai oleh pihak yang digugat. Di sini, hakim tidak akan menolak permohonan gugatan tersebut mengingat prinsip bahwa hakim tidak boleh menolak mengadili dengan alasan belum ada hukumnya. Di samping itu, hakim juga diwajibkan menggali nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat.Apabila gagasan menggugat politisi ingkar janji dapat diterima, implikasinya adalah Caleg akan lebih hati-hati dan tidak mengumbar janji-janji yang menjerumuskan calon pemilih. Di samping itu, setelah terpilih, para Caleg tersebut tidak akan seenaknya mengingkari janji dan kontrak politik pada saat kampanye. (Penulis :Drs Ec. Agung Budi Rustanto – Redaktur Tabloid Suara Rakyat)Pendidikan dan Agama
Lambungkan Senam Artistik Blora di Propinsi
Blora, Suara Rakyat.-
 Prestasi para pelajar Blora mulai terlihat lagi diperhitungkan ditingkat propinsi. Seperti yang baru-baru ini dalam lomba senam artistik pelajar se jateng, mendapatkan prestasi yang cukup bagus.
 Lomba yang diadakan Semarang diikuti tak kurang dari 500 pelajar SMP seluruh perwakilan kabupaten yang ada di Jateng ini.
 Menurut kepala sekolah SMPN 1 Tunjungan Januani, sekolahnya mengirim 2 peserta dalam kejuaraan ini. “Kedua pelajar yang kami kirimkan adalah juara pertama dan kedua Popda kabupaten Blora atas nama Joko Susilo dan Wahyu Sulistiono,” kata Januani.
 Dari hasil 2 siswanya yang dikirim untuk mewakili Blora ketingkat propinsi ini, ternyata Joko Susilo meraih juara ketiga. Selanjutnya dia berhak mengikuti seleksi lagi bersama jura pertama dan kedua untuk dipilih wakil jateng ketingkat nasional.
“Namun sayang pada seleksi tersebut Joko tidak lolos ke tingkat nasional, tapi kami bangga dia sudah membawa nama harum Blora ditingkat propinsi, walau kami dari sekolah pinggiran Blora,” ungkap Januani.

  Selanjutnya Kasek Wanita SMP yang mempunyai Visi unggul dalam mutu, berwawasan lingkungan dan berakhlak mulia ini, menggarisbawahi beberapa prestasi telah diraih para siswanya dalam beberapa bulan lalu.
Seperti Juara ketiga pencak silat pelajar kabupaten Blora yang diraih siswi bernama Sunarti, Juara ketiga Bulutangkis pelajar se blora atasnama M. Bima Prakoso dan Juara pertama lempar cakram kabupaten Blora diraih Daryanto.
 Ketika ditanya mengapa prestasi siswa SMPN 1 Tunjungan hanya sebatas keolah-ragaan, Januani memberi alasan SDM siswa terbatas.
“Anda tahu sendiri, para lulusan siswa SD yang pandai di kecamatan Tunjungan, lebih suka memilih sekolah dikota. Disamping itu juga tingkat kehidupan masyarakat sini sebagian besar petani, sehingga kadang siswa harus membantu orang tuanya disawah. Inilah yang menyita waktu belajarnya,” jelasnya.
 Untuk itulah Januani sudah memberi saran pada para siswanya, jangan malu minta pada gurunya bila menginginkan tambahan jam pelajaran diluar jam sekolah.
“Kalau anak-anak menginginkan les sore disekolah, kami silakan dan tikan akan kami pungut biaya,” tandas Januani.(Roes)







Tidak ada komentar: