tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Minggu, 29 Maret 2009

SR edisi 64 - F O K U S



Fokus
Polemik Seputar Kartu Saku Caleg
KPU Tidak Melarang Kartu Nama Caleg
BLORA, SR - Peningkatan kesejahteraan rakyat kecil? Peningkatan kualitas pendidikan? Peningkatan kesejahteraan guru?dan lain-lain. Itulah slogan yang tak asing ditelinga masyarakat, karena sering digembar-gemborkan para caleg pada saat ini.
Padahal pemilu legislatif (pileg) di Indonesia merupakan pemilu tersulit di dunia, sehingga muncul opini di masyarakat akankah pesta demokrasi ini berhasil. Hal ini diungkapkan Sudarto wakil Kasek SMK swasta di blora, saat ditemui SR Kamis (19/3) lalu
Menurut dia banyaknya partai peserta pemilu dan jumlah calegnya menjadi salah satu kendala masyarakat Blora khususnya.
“Disamping tentunya tingkat pendidikan masyarakat Blora khususnya di desa-desa, yang masih jauh dari kata berpendidikan,” katanya
Kendala lainnya adalah banyaknya faktor yang seolah-olah membatasi para pemilih. Diantaranya para pemilih tidak diperbolehkan membawa kartu nama yang dibekali caleg pada saat di TPS dan meminta bantuan bagi pemilih yang buta huruf atau tua.
Menanggapi hal ini Moesafa, Ketua KPU Blora membantah tegas statemen yang muncul di masyarakat, seolah KPU membatasi hak seseorang.
Menurutnya sebagaimana diatur dalam undang-undang KPU menyarankan agar tidak membawa alat peraga kampanye di TPS, termasuk kartu saku atau kartu nama caleg yang dibagikan ke para pemilih.
“KPU tidak melarang membawa kartu nama caleg, tapi hanya melarang beredar di TPS karena hal itu dapat dikategorikan sebagai bahan kampanye,” kata Moesafa.
Disisi lain dia juga menyarankan pada partai politik dan para caleg, agar tidak membekali kartu saku atau kartu namanya pada pendukungnya Alasanya bila kartu nama tersebut dibawa ke bilik suara, dikhawatirkan tertinggal atau sengaja ditinggal pemilih.
Sementara menanggapi pasal 31 Peraturan KPU no 3/2009 terutama pada pengertian mempunyai halangan fisik lainnya, Ketua KPU mengatakan bisa meminta bantuan petugas TPS.
“Tentunya atas persetujuan para saksi dari parpol yang ada disitu,” ungkapnya.
Di tempat terpisah Direktur LSM Wong Cilik Ateng Sutarno, juga mengkritik statemen KPU yang sangat sulit dicerna masyarakat Blora pada umumnya. “Jangan membuat pernyataan yang membingungkan masyarakat, pemilu kali ini merupakan pemilu tersulit sejak Indonesia merdeka,” katanya
Asumsinya realitas masyarakat Blora terutama di pedesaan, banyak yang belum mengerti atau tidak tahu model pemilu kali ini. Disamping itu banyaknya para anggota DPR yang terlibat kasus korupsi, menyebabkan masyarakat apatis terhadap pileg ini. “Hampir setiap hari TV selalu muncul berita korupsi oleh para anggota dewan, inilah salah satu penyebab apatisnya masyarakat terhadap pemilu,” ungkap Ateng.
Dia juga memprediksi golput dan suara tidak sah lebih dari 50 persen, bila KPU atau Panwaslu masih mempersulit pemilih. “Mereka mau datang ke TPS saja kita harusnya menghargai dan terima kasih. Jangan justru dipersulit, kalau nanti pemilih yang datang kurang dari 50 persen siapa yang dipersalahkan,” tegas Ateng. (Roes)
Fokus Samping
Wahono Larang Kartu Nama Caleg di TPS
Blora, Suara Rakyat.-
Ketua panwaslu kabupaten Blora Wahono, menyatakan segala atribut yang berkaitan dengan partai atau caleg peserta pemilu, dilarang masuk ke TPS. Termasuk juga kartu nama para caleg, yang dibuat para caleg untuk mengingatkan para orang tua.
“Kartu nama merupakan atribut pemilu, jadi dengan tegas saya larang untuk dibawa didalam TPS ataupun bilik suara. Ini sudah diatur pada Undang-undang Pemilu,” katanya.
Wahono juga menggarisbawahi, bila hal ini tetap dilanggar para pemilih, dirinya tidak segan-segan memproses secara hukum. “Kami tak segan-segan akan menempuh jalur hukum bila hal ini dilanggar,” tegasnya.
Disamping itu Wahono yang juga ketua PWI Pokja II Jateng ini, mengkritik dan menyarankan KPU untuk menyediakan meja yang besar pada bilik suara mendatang.
Alasanya cukup sederhana, yakni kartu suara yang akan diberikan pada para pemilih ukurannya sangat besar.
“Kami juga sudah membuat secara resmi ke KPU Pusat tentang ukuran meja tersebut, bila KPU nantinya hanya menyediakan meja kecil di TPS maka akan sangat menyulitkan pemilih. Baik untuk meletakan kartu itu ataupun untuk melipatnya kembali,” jelasnya.
Sedangkan tutup samping bilik suara, dia menyarankan dibuka secara miring, agar ruang lingkup untuk meja lebih luas.
“Saya tidak bisa bayangkan apa jadinya bila di TPS hanya disediakan meja kecil, kartu suara besar. Bagaimana kesulitan para pemilih dengan waktu 5 menit untuk 4 kartu suara, untuk menentukan pilihanya dan melipatnya kembali,” ungkap Wahono.(Roes)

H.Haryono SD
Jangan Persulit Pemilih
Blora, Suara Rakyat.-
Pernyataan yang terlontar dari ketua Panwaslu Blora Wahono mendapat somasi dari Caleg Partai Golkar Dapil III DPRD Propinsi Jateng no urut 4, H. Haryono SD.
Menurut Haryono apa yang dilontarkan ketua panwaslu tersebut, hanya penjabaran yang dangkal terhadap undang-undang “Kartu nama yang kami berikan bukan merupakan atribut partai ataupun caleg, tolong dipelajari arti dari atribut itu sendiri,” kata Haryono.
Disisi lain Haryono yang juga mantan wakil ketua DPRD Blora ini, menyayangkan pengertian yang sepihak dari bilik suara bagi para pemilih.
“Bilik Suara adalah Hak dan kewenangan mutlak pemilih dan apapun yang dilakukan pemilih disitu tidak bisa diganggu. Didalam bilik Itulah arti pemilu yang rahasia,” tegasnya.
Maka dia berharap pada KPU atupun Panwaslu agar tidak mempersulit para pemilih. “Tolong yang namanya pemilih jangan dipersulit, mau dating ke TPS saja sudah Alhamdulilah, sebab tidak ada sanksi hukum bagi para pemilih yang tidak datang di TPS,” ungkapnya.
Dia juga menambahkan diluar negeri memang ada yang menetapkan sanksi hokum bagi para pemilih yang tidak menggunakan suaranya. “diluar negeri sanksi hukumnya tiga bulan hukuman kurungan, Jadi permudahlah pemilih agar mau datang menggunakan hak pilihnya,” tambah Haryono.(Roes)

Tidak ada komentar: