tabloid pertama karya CAH BLORA ASLI

Senin, 02 November 2009

Kulanuwon - CPNS VS SUAP

KULANUWON

Antara Seleksi CPNS vs Kejujuran

   

Bulan Nopember ini, rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) dimulai. Formasi yang diperebutkan meliputi 325.000 kursi, 50.000 lebih diperebutkan di pusat, dan lebih dari 275.000 kursi di daerah.

   

Pelamar jalur umum untuk pusat dan daerah disediakan kuota 236.497 orang, termasuk di dalamnya tenaga honorer dan sekretaris desa.

   

Sedang di Blora sendiri formasi yang dibutuhkan CPNS kali ini sebanyak 252 orang, yang terdiri dari Guru sebanyak 132 orang, Tenaga Kesehatan 78 orang dan 42 orang untuk formasi tenaga Tehnis.

   

Sesuai dengan tujuannya, pengangkatan besar-besaran ini diperlukan guna meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat. Di Indonesia, jumlah PNS hingga akhir Juni 2009 mencapai 4,38 juta orang.

   

Namun, rasio antara PNS dan jumlah penduduk sebanyak 230 juta jiwa masih rendah dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Terdapat ketidakseimbangan antara tenaga pelayan dengan mereka yang melayani.

   

Konon, agar masyarakat dapat dilayani perlu disediakan jutaan PNS baru.

Di Indonesia, satu PNS melayani tujuh orang. Sementara di negara lain di ASEAN, satu pegawai pemerintah melayani 2-4 orang.

   

Musim seleksi CPNS selalu disambut gegap gempita di masyarakat. Di satu sisi semangat begitu banyak orang menjadi PNS patut disambut dengan gembira karena banyak orang terpanggil menjadi abdi bangsa dan negara. Tugas utama seorang PNS adalah melayani masyarakat dengan mengedepankan prinsip tanggung jawab dan transparansi.

   

Di sisi lain, motivasi menjadi PNS yang semata-mata hanya mengejar karier dan jaminan pekerjaan sering kali merusak kultur dan citra PNS. Maklum, ketika pekerjaan yang dikejar maka menghalalkan segala cara pun dilakukan. Dengan begitu angan-angan menjadikan PNS sebagai masyarakat pelayan sering kali ternodai sejak seleksi yang kurang menjunjung tinggi etika dan transparansi.

   

Di tengah sulitnya menembus lapangan kerja belakangan ini, status sebagai PNS menjadi idola dalam masyarakat. Banyak mertua mencari menantu yang berstatus PNS. Menjadi PNS identik dengan jaminan masa depan yang cerah termasuk menerima pensiun. Bagi sebagian besar masyarakat, status itu dianggap bergengsi. Dan untuk ukuran Indonesia yang masih miskin, menjadi PNS adalah idaman semua orang.

   

Sayangnya, setiap kali musim penerimaan CPNS selalu muncul dugaan adanya kongkalikong antara peserta seleksi dan orang-orang dalam dari instansi pemerintah yang bisa memberikan jalan masuk menjadi CPNS. Meski sering kali sulit dibuktikan hitam di atas putih namun aroma KKN itu demikian menyengat. Santer terdengar kabar mereka yang hendak menjadi CPNS harus menyediakan dana puluhan juta rupiah agar dapat lolos.

   

Yang menarik, masyarakat cenderung percaya rekrutmen CPNS tidak mungkin tanpa suap. Maka, segala upaya ditempuh masyarakat agar dapat lolos menjadi CPNS meski dengan menyediakan banyak uang. Baginya, asal ada kepastian tidak peduli yang penting dapat lolos.

   

Pernyataan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menneg PAN) Taufik Effendi untuk menindak tegas aparat yang mengutip uang panas dalam proses rekrutmen CPNS harus dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku, tidak pernah digubris.

   

Masyarakat sudah telanjur tidak percaya bahwa seleksi CPNS benar-benar bisa transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Padahal dengan seleksi mengandalkan uang dalam jumlah besar berpotensi mematikan pegawai yang bersangkutan kelak.

   

Karena kursi kepegawaian mereka telah dibeli maka sulit diharapkan adanya pelayanan prima dan dapat dipertanggung jawabkan. Yang ada adalah upaya mengembalikan modal yang telah ditanam termasuk dengan korupsi.

   

Sejatinya, reformasi birokrasi harus dimulai dengan proses rekrutmen CPNS. Para penyelenggara ujian CPNS harus mewaspadai modus-modus kecurangan selama proses rekrutmen antara lain perjokian dan pembocoran materi soal ujian.

   

Sebab itu, panitia rekrutmen perlu menyediakan kotak pengaduan yang memadai. Kotak ini disediakan di tempat terbuka dan bisa diakses semua orang. Kotak pengaduan bermanfaat untuk menekan adanya kecurangan selama proses rekrutmen.

Rawan KKN

   

Kecurangan dalam seleksi CPNS menjadi celah dalam PP No 98/2000 tentang Pengadaan PNS. Dalam PP itu, seleksi tertulis yang hanya sekali untuk menjaring sedikit dari banyak calon diragukan benar-benar objektif dan membuka peluang terjadi kolusi. Demikian juga pelaksanaan seleksi yang dilaksanakan oleh PNS lapangan bukan dari pusat, rawan terjadi ajang titipan, mempergunakan mekanisme koneksi dan suap.

   

Juga pada tahapan penilaian hasil ujian dan penentuan kelulusan juga rawan dimanipulasi dan dicurangi. Panitia seleksi jelas memiliki otoritas tinggi. Maka, mereka harus sadar jangan sampai tergoda untuk melakukan KKN agar tak terlibat dalam transaksi jual-beli hasil ujian. Pada kasus KKN terkait penerimaan CPNS, calon PNS yang mampu membayar mahal tentu saja akan diluluskan meski nilai ujiannya sangat jeblok.

   

Karena itu, sulit mengharapkan seleksi yang tidak menjunjung tinggi etika dan transparansi dapat memperbaiki kualitas transparansi. Reformasi birokrasi tidak akan berjalan di tengah praktik jual beli kursi dan jabatan. Reformasi birokrasi hanya mungkin dijalankan oleh pribadi-pribadi yang memiliki semangat pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat.

   

Padahal, memperbaiki kultur pelayan PNS saja merupakan pekerjaan rumah yang tidak gampang. Pakar kebijakan publik Eko Prasojo (2009) menyatakan rusaknya kultur pelayanan PNS disebabkan, pertama, Indonesia mempunyai budaya panjang dijajah kolonial sehingga mental itu terbawa sampai sekarang.

   

Kedua, hegemoni dan kooptasi birokrasi menyebabkan birokrasi sebagai mesin politik yang tidak netral, kurang profesional dan tidak memiliki mental mengabdi. Ketiga, pola pendidikan pamong praja yang lekat dengan kemiliteran tidak berhasil mendidik kepemimpinan sipil yang andal dan mengayomi rakyat.

   

Sampai sekarang, pelayanan publik masih mengadopsi model-model penjajahan di mana pegawai negeri harus dilayani rakyat bukan melayani masyarakat. Ke depan, pandangan ini perlu diubah agar menghasilkan pelayan-pelayan prima yang benar-benar mengabdi bukan pada kekuasaan tetapi rakyat. Seleksi yang tidak bebas KKN hanya akan melestarikan kultur feodal yang telah lama melekat dalam diri aparat negara ini.

   

Penulis berharap pada penerimaan CPNS tahun ini khususnya kabupaten Blora benar-benar trasparan, sehingga nilai kejujuran tidak musnah di kota Penghasil Jati Terbaik di dunia ini.   (Drs.Ec.Agung Budi Rustanto- Redaktur tabloid Suara Rakyat)

Tidak ada komentar: